Jakarta (ANTARA News) - Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor menilai Calon Presiden Prabowo Subianto akan lebih powerful (kuat), sebaliknya Calon Presiden Joko Widodo akan menghadapi dilema ketika keduanya berhadapan dengan partai-partai pendukungnya.

Menurut dia kedua calon presiden memang dipastikan akan memimpin secara demokratis, tetapi bergantung pada para fogus pendukungnya di belakang layar.

"Sekarang ini siapa pun sulit menjadi pemimpin yang tidak demokratis. Namun, melihat koalisi yang terbentuk setelah pemilu legislatif, kedua calon berpotensi terjebak dalam oligarki kekuasaan," kata Firman dihubungi di Jakarta, Sabtu.

Firman mengatakan pendukung di belakang layar yang terbentuk melalui koalisi pada akhirnya akan membuat hitung-hitungan pragmatis politik yang mungkin tidak sesuai dengan kehendak rakyat dan akan sangat mungkin presiden terpilih akan tidak bebas dalam menentukan kebijakan pemerintah.

"Oligarki kekuasaan jelas tidak akan sesuai dengan kehendak rakyat tetapi hanya sebagian elite politik saja," ujarnya.

Menurut Firman, kemungkinan terjebak dalam oligarki kekuasaan akan semakin besar bila calon presiden tidak memiliki kekuatan besar di partai politik atau koalisi.

Dalam oligarki kekuasaan yang pemimpinnya tidak memiliki kekuatan besar di partai atau koalisi, semua kebijakan pemerintah akan sangat dipengaruhi hasil konsultasi presiden dengan partai politik pendukungnya.

"Ini tentu bisa menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia ketika calon presiden yang diusung bukan ketua umum partai atau figur paling berpengaruh di partai. Dari keduanya, figur Prabowo Subianto tentu dinilai lebih powerful sementara Joko Widodo akan menghadapi dilema," tutup dia.