Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyatakan bahwa negara-negara dengan produksi perikanan yang tinggi, seperti China, Jepang dan Norwegia, memiliki korelasi positif antara nilai PDB per kapita dan tingkat konsumsi ikan.

“Yang menurut saya unik adalah China itu juga termasuk eksportir ikan, padahal mereka lebih luas kontinennya (wilayah daratnya). Kalau Jepang, oke lah (memang punya zona laut yang lebih luas daripada daratannya), apalagi Norwegia,” ujar Suharso Monoarfa di Jakarta, Kamis.

Berdasarkan data Bank Dunia, PDB per kapita per tahun di China tercatat 17.658 dolar AS (Rp276,52 juta, kurs per hari ini = Rp15.660), Jepang sebesar 41,259 dolar AS (Rp646,12 juta), dan Norwegia senilai 65,916 dolar AS (Rp1,03 miliar) pada 2021.

Sementara menurut data Food and Agriculture Organization (FAO), konsumsi ikan per kapita per tahun di China, Jepang dan Norwegia masing-masing sebesar 39,89 kilogram, 45,12 kilogram dan 50,16 kilogram.

Ketiganya pun termasuk dalam 25 negara dengan tingkat konsumsi ikan per kapita tertinggi di dunia.

Baca juga: Menteri PPN: RKP 2025 telah dipadupadankan dengan program "quick win"

Baca juga: Menteri PPN: Proyek kereta di Bali tidak terganggu siklus politik


“Saya kira Norwegia itu revenue (pendapatan) negara yang terbesar setelah minyak itu adalah perikanan, kadang-kadang perikanan lebih besar, kadang-kadang minyaknya lebih besar, tergantung pada harga ikan maupun harga minyak saat itu,” katanya.

Meskipun tidak dikategorikan negara maju seperti ketiga negara tersebut, Suharso mengatakan bahwa tingkat konsumsi ikan di dalam negeri juga cukup tinggi, didorong oleh lanskap Indonesia sebagai negara kepulauan dengan produk perikanan yang berlimpah.

PDB per kapita Indonesia tercatat sebesar 11.859 dolar AS (Rp185,71 juta), dengan total konsumsi ikan mencapai 44,4 kilogram per kapita per tahun, atau terbanyak ke-17 di dunia.

Sedangkan total konsumsi protein hewani di Indonesia, termasuk dari ikan, ayam, sapi, dan hewan ternak lainnya, mencapai 63 kilogram per kapita per tahun pada 2021.

“Tingkat konsumsi ikan Indonesia tinggi dan kalau dilihat dari total proporsi konsumsi protein hewani itu mencakup hampir 70 persen,” tuturnya.

Meskipun memiliki sumber daya dan tingkat konsumsi produk perikanan yang besar, ia menyayangkan bahwa kontribusi sektor perikanan terhadap PDB hanya 3 persen.

“Seingat saya, waktu saya ikut mengadakan penelitian bersama ahli dari Norwegia, kita sudah waktu itu 2,6 persen kontribusi perikanannya. Jadi, hampir 20 tahun kita cuma naik 0,4 persen. Terlalu kecil, tapi mungkin secara nominal besar,” kata Suharso.

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Budi Sulistiyo menyampaikan bahwa pihaknya terus berupaya untuk mengoptimalkan potensi perikanan di Tanah Air melalui kebijakan ekonomi biru.

Terdapat lima arah kebijakan ekonomi tersebut, termasuk memperluas kawasan konservasi laut, mengimplementasikan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, serta mengembangkan perikanan budi daya di laut, pesisir, dan darat yang berkelanjutan.

Selain itu, dua arah kebijakan lainnya adalah menjalankan pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta membersihkan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan.

Ia mengatakan bahwa kini sudah seharusnya para pemangku kebijakan memandang laut sebagai lumbung pangan masa depan yang mampu menjamin ketahanan pangan bagi generasi mendatang.

“Melalui kebijakan ekonomi biru yang mengedepankan aspek ekologi, di sanalah terbentang harapan baru untuk mewujudkan ketahanan pangan bersama dan untuk mewujudkan Indonesia Emas tahun 2045,” imbuh Budi.

Baca juga: KKP gandeng mitra strategis dorong peningkatan konsumsi protein

Baca juga: KKP gencarkan program kampanye makan ikan berkelanjutan di Cirebon