Warga yang kebanyakan dari kalangan ibu-ibu itu sambil membawa spanduk menghadang tim juru sita PN Jaktim yang akan melakukan penyitaan objek yang akan dieksekusi.
"Bapak (ke sini) nyari duit ya, biar kaya? Masih kurang? Bapak pulang aja deh, Pak," teriak salah satu emak-emak.
Baca juga: Kejati DKI sita aset tersangka korupsi Distambut terkait lahan
Menurut dia, pihaknya telah melayangkan surat permohonan penangguhan eksekusi lahan ke PN Jaktim dengan tembusan ke Mahkamah Agung.
"Saya ini telah mengajukan permohonan penangguhan eksekusi dengan surat tembusan ke Mahkamah Agung. Yang kedua, kami sudah mengajukan peninjauan kembali," tegas Hartadi.
Jika tetap bersikeras, Hartadi menyatakan akan melawan dan menuntut PN Jaktim.
"Saya tak terima, satu genteng pun jatuh, saya tuntut. Ini kemanusiaan, mohon ditunda," katanya.
Baca juga: Kejati DKI geledah-sita dua rumah terkait kasus mafia tanah Cipayung
Adapun lahan yang menjadi obyek sita seluas 5.864 meter persegi. Di atas lahan itu berdiri 140 bidang rumah yang dihuni oleh 300 kepala keluarga (KK).
Permasalahan mulai timbul pada 2015 setelah pria berinisial A mengklaim sebagai pemilik lahan.
Supriyanto mengatakan, warga umumnya hanya memiliki bukti perjanjian jual beli lahan berupa kwitansi maupun surat akta jual beli (AJB) tanah.
Bukti perjanjian jual beli itu yang dijadikan dasar hukum warga menempati lahan tersebut selama puluhan tahun lamanya.
Baca juga: DPRD sebut persoalan lahan jadi penyebab belum eksekusi turap Angke