Damaskus (ANTARA News) - Media negara Suriah, Kamis menuduh keterlibatan Arab Saudi dan Barat dengan kaum jihadis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIL) yang telah merebut sepotong-potong wilayah Irak.

Menggemakan klaim yang sering dibuat oleh rezim dan para pendukungnya, media negara mengatakan Saudi dan sekutu oposisi Suriah lainnya mendanai dan mempersenjatai kelompok-kelompok jihadis seperti ISIL, lapor AFP.

"Terorisme menyebar di depan mata dunia barat...dan bersamanya campur tangan Arab Saudi, menyediakan uang dan senjata," tulis harian Al-Thawra.

"Dalam kejadian di Irak dan serangan teroris yang meningkat, tidak ada negara Barat yang tidak menyadari peran yang dimainkan Saudi dalam mendukung terorisme dan mendanai serta mempersenjatai bermacam front dan bertempur, baik di dalam maupun di luar Irak dan Suriah."

Editorialnya juga menuduh Qatar dan Turki memainkan peran serupa mendukung para ekstrimis "seturut perintah AS atau keinginan Israel."

"Kemunculan organisasi-organisasi ini bukan akibat kevakuman namun lebih karena dukungan panjang dan jelas terhadap terorisme...yang negara Teluk telah mendedikasikan pendanaan besarnya," katanya.

Tindakan seperti itu diambil "dengan sepengetahuan Barat dan dalam banyak kasus perintah jelas dan eksplisit," sambung surat kabar tersebut.

Pemerintah Suriah memandang semua yang berupaya mendepak Presiden Bashar al-Assad "teroris" dan tidak membedakan antara jihadis seperti ISIL dan kelompok-kelompok pemberontak lain, meski pertempuran berlanjut antara kaum oposisi bersenjata di wilayah pemberontak.

Surat kabar itu menuduh negara-negara Teluk termasuk Saudi dan Qatar bekerja sama dengan Barat dan musuh bebuyutan Israel untuk mendanai "para teroris" yang berusaha menggulingkan rezim.

Komentar surat kabar tersebut muncul setelah ISIL, bekas afiliasi Al-Qaida di Irak yang telah menyebar masuk Suriah dan memutuskan hubungan dengan bekas sponsornya itu, menguasai kota-kota Irak seperti Mosul dan Tikrit.

Kemajuannya yang mengejutkan telah memicu kekhawatiran besar, karena muncul meskipun pertempuran terus berlanjut antara kelompok itu melawan rezim dan kelompok-kelompok pemberontak lain di Suriah.

Sebagian oposisi bersenjata Suriah menyambut baik keterlibatan ISIL dalam pertempuran sejak kelompok itu muncul pertama kalinya pada 2013.

Namun taktik brutal dan pelanggarannya terhadap warga sipil serta pemberontak pesaingnya memicu serangan balik yang memuncak menjadi pertempuran berskala-penuh antara ISIL dengan koalisi moderat dan pemberontak Islam yang didukung afiliasi Al-Qaida Front Al-Nusra.

Meskipun berkembang dari afiliasi Al-Qaida Irak, pemimpin kelompok itu telah menyangkal ISIL dan mendesaknya agar kembali ke Irak. (*)