Istanbul (ANTARA) - Sebuah studi yang dipublikasikan pada Rabu mengungkapkan bahwa Badai Helene, yang menghancurkan sebagian wilayah tenggara Amerika Serikat pada akhir September, diperparah secara signifikan oleh perubahan iklim.

Penelitian yang dilakukan oleh World Weather Attribution (WWA) mendapati bahwa pemanasan global yang disebabkan oleh manusia, meningkatkan curah hujan badai tersebut sekitar 10 persen dan meningkatkan kemungkinan terjadinya badai sebesar 40-70 persen, tergantung pada periode waktu yang dianalisis.

"Perubahan iklim memperburuk kondisi yang mendukung terbentuknya badai paling kuat seperti Helene, dengan curah hujan yang lebih intens dan kecepatan angin yang lebih tinggi," tulis para peneliti dalam temuan mereka.

Kajian itu menunjukkan bahwa Badai Helene terbentuk di atas suhu permukaan laut yang sangat tinggi di Teluk Meksiko, yang kemungkinan terjadi 200-500 kali lebih besar akibat pembakaran bahan bakar fosil.

Selain itu, perubahan iklim telah meningkatkan kemungkinan badai dengan intensitas seperti Helene sekitar 150 persen, mengubah frekuensi kejadian dari sekali setiap 130 tahun menjadi sekali setiap 53 tahun.

Para peneliti memperingatkan bahwa jika suhu global terus naik hingga 2°C di atas tingkat pra-industri, serta kemungkinan terjadinya peristiwa hujan dahsyat seperti itu akan meningkat sebesar 15-25 persen lagi.

Meskipun evakuasi di daerah pesisir umumnya berjalan dengan baik, studi tersebut menyoroti bahwa wilayah pedalaman menghadapi kesulitan yang lebih besar karena kurangnya kesiapan menghadapi badai dan tantangan infrastruktur.

Badai Helene mendarat di pantai barat laut Florida dengan kecepatan angin mencapai sekitar 225 kilometer per jam, menyebabkan lebih dari 160 kematian dan kerusakan besar di beberapa negara bagian.

Sumber: Anadolu

Baca juga: Media: Korban tewas akibat badai Helene di AS bertambah jadi 227 orang
Baca juga: Gedung Putih bantah tudingan gagal tangani dampak Badai Helene