Banda Aceh (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta masyarakat Aceh untuk terus meningkatkan mitigasi kebencanaan, mengingat wilayah provinsi paling barat Indonesia ini merupakan daerah dengan indeks bencana yang sangat tinggi.

“Kita tidak bisa menghindar dengan adanya bencana, namun yang harus kita lakukan adalah persiapan kita, mitigasi kita, pengetahuan kita dan dan tentu saja belajar dari kelemahan-kelemahan yang terjadi pada saat tsunami 2004,” kata Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto di Banda Aceh, Rabu.

Pernyataan itu disampaikan Suharyanto di sela-sela berziarah ke kuburan massal korban tsunami Aceh kawasan UleeLheu, dalam rangka agenda tahunan peringatan bulan pengurangan risiko bencana (PRB) 2024 di Banda Aceh.

Ia menjelaskan Aceh merupakan salah satu provinsi yang harus diperlakukan secara khusus terkait dengan penanggulangan bencana.

Pada 26 Desember 2004 silam, Aceh porak-poranda dihantam gempa dengan kekuatan di atas 9 skala richter disusul dengan gelombang tsunami. Menurutnya, peristiwa dahsyat ini merupakan salah satu bentuk megatrust yang belakangan ini ramai dibicarakan.

“Tentu saja kita tidak ingin kejadian serupa terulang lagi di masa depan, makanya sebagai orang beragama juga, kita berdoa supaya tidak terjadi lagi. Dari segi penanggulangan bencana, sebelum terjadi bencana, kita laksanakan langkah-langkah mitigasi pencegahan,” ujarnya.

Saat ini setelah 20 tahun bencana besar itu berlalu, kondisi Aceh sudah banyak berbenah. Tidak ada lagi bekas-bekas bencana. Artinya, kata dia, upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana sudah berjalan dengan baik, walaupun masih banyak kekurangan.

“Tentu saja kita harus belajar dari pengalaman bencana tersebut, sehingga langkah-langkah pencegahan mitigasi, darurat dan penanganan pasca bencana di semakin lama semakin baik,” ujarnya.

Dalam refleksi dua dekade tsunami Aceh ini, BNPB mengimbau masyarakat Aceh untuk tidak perlu takut dalam menghadapi bencana, namun harus lebih siap dengan segala upaya mitigasi untuk meminimalisir dampak risiko agar menjadi lebih kecil dibanding tsunami 2004 silam.

“Kita semua sebagai masyarakat khususnya Aceh dan Indonesia pada umumnya ini sudah siap (dengan bencana, red), tidak perlu khawatir, tidak perlu takut, tetapi yang penting harus lebih siap lebih paham terkait dengan tanda-tanda bencana,” ujarnya.

Baca juga: Kelompok disabilitas butuh akses edukasi terkait mitigasi bencana
Baca juga: BNPB luncurkan panduan teknis pembentukan rumah ibadah tangguh bencana
Baca juga: BNPB paparkan enam pola perencanaan risiko bencana Indonesia