Di antara kapal penumpang yang akan dijual itu KM Kerinci, yang pernah menjadi kebanggaan PT Pelni pada dasawarsa '80-an.
Kapal penumpang kelas Kerinci (sekitar 3.700 ton bobot mati) itu dibeli dalam keadaan "gress" alias baru sama sekali dari galangan kapal di Hamburg, Jerman.
Sebelum ketiga kapal penumpang itu, PT Pelni juga telah menghibahkan kapal-kapal penumpang-kargo kelas Kerinci ini kepada TNI AL, yaitu KM Kambuna (menjadi KRI Tanjung Nusanive-973) dan KM Rinjani (KRI Tanjung Fatagar-974). Keduanya diubah menjadi kapal militer kelas angkut personel.
Hadjito, setelah rapat pimpinan BUMN di Jakarta, Kamis, mengatakan, tiga kapal yang dijual itu sudah tidak beroperasi sejak setahun lalu.
"Perseroan menjadi inefisien karena masih harus mengeluarkan biaya perawatan dan beban gaji pegawai jika mempertahankan tiga kapal itu," ujarnya.
Langkah meningkatkan efisiensi menjadi prioritas masa kepemimpinan Hardjito, yang enggan merinci lebih jauh berapa harga jual kapal-kapal itu.
Untuk menggantikan ketiga kapal penumpang yang akan dijual itu, PT Pelni sedang mengkaji bentuk dan spesifikasi kapal baru.
Ada tiga konsep kapal baru itu, yakni kapal khusus penumpang, kapal khusus barang, atau kapal penumpang yang digabungkan dengan barang, dan juga kendaraan.
Selain program efisiensi itu, dia katakan, PT Pelni juga akan menggiatkan peningkatan pelayanan kepada penumpang. Pelayanan yang buruk kepada pemakai jasa pelayaran, juga jadi pekerjaan rumah besar bagi perusahaan pelayaran plat merah itu.
"Permasalahan PT Pelni itu adalah pelayanan kepada penumpang, dan bagaimana cara menekan kerugian dengan efisiensi," ujarnya.
Pada 2013, PT Pelni membukukan pendapatan sebesar Rp2,4 triliun, namun perseroan tetap merugi sekitar Rp630 miliar, salah satunya, akibat inflasi yang menyebabkan kenaikan biaya pokok kapal.