Bratislava (ANTARA) - Sederet pemimpin Eropa pada Senin (7/10) menyerukan agar gencatan senjata segera dilakukan di Jalur Gaza seraya menegaskan kembali dukungan mereka terhadap solusi dua negara.

Sejak Israel melancarkan serangan skala besar di Gaza untuk membalas serangan mendadak yang dilakukan oleh Hamas di perbatasan Israel selatan pada 7 Oktober tahun lalu, sebanyak 41.909 warga Palestina telah tewas dan 97.303 lainnya terluka di Gaza, termasuk banyak anak-anak dan perempuan, menurut sejumlah otoritas kesehatan di Gaza pada Senin.

Sementara itu di pihak Israel, serangan Hamas menewaskan lebih dari 1.250 warga Israel dan warga negara asing, dengan lebih dari 250 orang diculik dan dibawa ke Gaza. Sejumlah besar sandera Israel belum dipulangkan, sedangkan beberapa di antaranya tewas dalam pengeboman.

Pada Senin, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE), Josep Borrell, mendeskripsikan gencatan senjata yang dilakukan secepat mungkin sebagai satu-satunya cara untuk menjamin pembebasan para sandera dan meredakan situasi berbahaya di Timur Tengah. Dia menegaskan kembali komitmen UE terhadap diplomasi, menyatakan bahwa inilah waktunya untuk melaksanakan gencatan senjata.
Foto yang diambil pada 4 Oktober 2024 ini menunjukkan gedung Komisi Eropa di Brussels, Belgia. (Xinhua/Zhao Dingzhe)


Dengan sentimen yang sama, Presiden Parlemen Eropa Roberta Metsola mendukung seruan yang terus disampaikan Parlemen Eropa terkait gencatan senjata dan pembebasan para sandera.

Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer menekankan pentingnya mengakhiri "mimpi buruk" warga Palestina dan berjanji akan menggunakan "kekuatan diplomasi" untuk meminimalkan penderitaan mereka di lapangan.

Kanselir Jerman Olaf Scholz berbicara tentang "kekerasan dan kelaparan" yang dialami oleh warga Palestina di Gaza setiap hari. Dia mengatakan bahwa pemerintah Jerman berkomitmen pada gencatan senjata, pembebasan sandera, dan kemajuan proses politik, terlepas dari berbagai tantangan yang sangat besar.

Di media sosial, PM Spanyol Pedro Sanchez menyoroti jumlah korban yang mencengangkan dari warga sipil akibat eskalasi kekerasan di Gaza, Tepi Barat, dan kini Lebanon. "Situasi ini tidak dapat ditoleransi. Perang harus diakhiri sekarang juga," tulis sang perdana menteri dalam unggahannya.
Bendera Palestina terlihat di dekat Storting, Parlemen Norwegia, di Oslo, ibu kota Norwegia, 22 Mei 2024. (Xinhua/Chen Yaqin)


Saat berbicara dalam sebuah upacara resmi di Roma untuk mengenang para korban dari konflik yang telah berlangsung selama setahun itu, PM Italia Giorgia Meloni menyatakan bahwa Israel memiliki hak yang sah untuk membela diri, sembari menekankan perlunya melaksanakan hak tersebut sesuai dengan hukum humaniter internasional. "Kita tidak bisa tetap acuh tak acuh terhadap banyaknya korban warga sipil tak berdosa di Gaza," ujarnya.

Pada hari yang sama, PM Slovenia Robert Golob menuding tentara Israel atas "salah satu pembantaian terbesar yang kita ketahui di zaman ini," seraya mengutuk pembantaian warga sipil sebagai tindakan yang tidak sepadan dengan hak untuk membela diri, serta menyerukan intervensi internasional yang lebih kuat.

Banyak pemerintahan di Eropa, termasuk Inggris, Jerman, dan Spanyol, juga menegaskan kembali dukungan mereka terhadap solusi dua negara. Starmer mengatakan bahwa solusi dua negara adalah "satu-satunya cara jangka panjang yang dapat diandalkan" untuk menyelesaikan konflik di Timur Tengah.

Negara-negara seperti Norwegia, Irlandia, dan Spanyol telah secara resmi mengakui Palestina, mengikuti jejak beberapa negara anggota UE lainnya, meskipun negara-negara besar seperti Prancis dan Jerman belum melakukannya.
Seorang pria menggendong seorang gadis saat mengungsi dari sebuah bangunan yang hancur akibat serangan udara Israel di kota Rafah di Jalur Gaza selatan pada 12 Oktober 2023. (Xinhua/Khaled Omar)


Namun, Scholz pada Senin mengatakan bahwa pada akhirnya, solusi dua negara adalah satu-satunya cara untuk mewujudkan koeksistensi damai antara Israel dan Palestina.

Unjuk rasa pro-Palestina

Sejak akhir pekan lalu, Eropa telah menyaksikan gelombang protes yang menuntut agar gencatan senjata segera dilaksanakan di Timur Tengah.

Di Inggris, beberapa aksi demonstrasi digelar di sejumlah kota, dengan 17 orang ditangkap setelah unjuk rasa pro-Palestina di London pada Sabtu (5/10).

Di Roma, ribuan demonstran pro-Palestina berkumpul pada Sabtu tanpa izin resmi. Bentrokan terjadi antara beberapa demonstran dan polisi, yang dilaporkan mengakibatkan sekitar 30 petugas penegak hukum dan tiga demonstran terluka.

Masih pada Sabtu, ribuan orang menggelar demonstrasi di Warsawa, ibu kota Polandia, menyuarakan slogan-slogan seperti "Hentikan mesin pembunuh Israel!" Sejumlah aksi protes serupa juga terjadi di kota-kota lain di Polandia dan Riga, ibu kota Latvia. Pada Senin, aksi protes juga digelar di depan Parlemen Rumania dan di Valletta, Malta.