Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan sejak penetapan beleid pelarangan ekspor bijih nikel pada awal tahun 2020, Indonesia banyak mendapat penentangan, sekaligus rayuan dari negara lain untuk membatalkan kebijakan tersebut. Menurut Bahlil rayuan dan penentangan itu datang karena bijih nikel termasuk dalam kategori mineral kritis yang dibutuhkan sebagai bahan baku utama untuk transisi energi, serta Indonesia memiliki cadangan nikel nomor satu terbesar dunia dengan persentase mencapai 42,1 persen.

"Nikel ini sekarang sudah masuk dalam kategori critical mineral dan dia bagian dari bahan baku untuk menuju kepada green energy, salah satu di antaranya adalah mobil listrik," kata Bahlil dalam acara BNI Investor Daily Summit 2024 di Jakarta, Rabu.

Disampaikannya, dalam pengembangan mobil listrik, nikel digunakan sebagai komponen primer pembuatan baterai kendaraan listrik, dengan komposisi yaitu 80 persen nikel, 15 persen cobalt, dan 5 persen alumunium.

Sehingga menurut dia, Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia yang memiliki kapabilitas untuk membangun ekosistem baterai kendaraan listrik yang terintegrasi dari hulu sampai hilir.

Baca juga: Bahlil sebut tak ada kerja paksa pada industri nikel Indonesia

Baca juga: Pemerintahan baru akan dorong hilirisasi nikel berkelanjutan
"Untuk membangun ekosistem baterai mobil di dunia yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, dari mining, smelter, ekspor, prekursor, katoda, baterai sel, sampai mobil sampai recycle itu cuma ada di Republik Indonesia, tidak ada di negara lain," kata dia.

Lebih lanjut, ia menyampaikan salah satu penentangan yang didapat dari Indonesia yakni dispute (sengketa) di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO), serta rayuan yang sering dirinya dapatkan ketika menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk membuka kembali keran ekspor bijih nikel.

Selain itu Bahlil mengatakan beleid ini membawa manfaat besar bagi pemajuan ekonomi nasional.

Hal tersebut dapat dilihat dari perbandingan nilai ekspor bijih nikel pada tahun 2014 yang hanya sebesar 2,9 miliar dolar AS, dan memiliki perbandingan dengan nilai ekspor produk turunan nikel pada tahun 2023 yang mencapai 34,4 miliar dolar AS.
Oleh karena itu dikatakan Bahlil, pihaknya memberikan target untuk ekspor turunan nikel pada tahun ini dengan nilai mencapai 40 miliar dolar AS.

"Kita memberikan target untuk ekspor di 2024 kurang lebih sekitar hampir 40 miliar dolar AS, dan untuk komoditas daripada turunan hilirisasi nikel kita sudah menjadi terbesar di pasar dunia," kata dia.

Baca juga: Kementerian Investasi sebut dua target hilirisasi nikel tahun 2040

Baca juga: Bahlil: Harga nikel-batu bara dan timah harus ditentukan Indonesia