Perhimpunan Periset: Pengetahuan manajerial kunci UMKM naik kelas
9 Oktober 2024 08:10 WIB
Pelaku UMKM menata produk hasil kerajinan saat pameran di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (7/6/2024). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/rwa.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Perhimpunan Periset Indonesia (PPI) Syahrir Ika menilai bahwa pengetahuan dan pemahaman terhadap manajemen bisnis menjadi faktor krusial bagi UMKM agar bisnisnya berkelanjutan, terus berkembang, dan naik kelas.
Dalam acara PPI Talk di Jakarta, Selasa (8/10), Syahrir menjelaskan bahwa manajemen yang baik menjadi faktor yang lebih perlu diperhatikan selain suntikan dana.
Pasalnya, menurut dia, suntikan dana dari perbankan, pemerintah, maupun pihak ketiga tidak selalu menjadi solusi efektif untuk meningkatkan kelas UMKM.
"Akses finansial bukanlah faktor utama yang menyebabkan kegagalan UMKM naik kelas. Banyak pinjaman yang macet karena dana yang diberikan habis untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," kata Syahrir dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
Berdasarkan data pemerintah, saat ini terdapat sekitar 65 juta UMKM di Indonesia, dengan 90 persen di antaranya tergolong usaha mikro. UMKM dikategorikan sebagai usaha mikro jika batas pinjaman tertingginya ke perbankan adalah Rp50 juta.
Syahrir mendapati bahwa dari jumlah usaha mikro tersebut, 90 persennya adalah usaha ultra mikro, dengan batas pinjaman ke bank kurang dari Rp20 juta.
"Hasil riset kami menunjukkan bahwa rata-rata pinjaman usaha ultra mikro berkisar antara Rp2 juta hingga Rp5 juta. Bahkan separuh dari rata-rata itu hanya membutuhkan pinjaman sebesar Rp1 juta," kata dia.
Ia menjelaskan bahwa kondisi tersebut menggambarkan mayoritas UMKM di Indonesia masih berada pada level usaha keluarga, dengan paradigma usaha yang hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Akibatnya, UMKM sulit menjadi penopang utama perekonomian bangsa.
"UMKM yang seharusnya bisa berkembang malah terus terperangkap dalam lingkaran kemiskinan tanpa adanya ambisi untuk membesarkan usaha mereka," lanjut Syahrir.
Oleh karena itu, Syahrir menyebut setidaknya ada tiga faktor yang lebih penting untuk diperhatikan selain akses finansial, yakni semangat kewirausahaan, pemahaman terhadap kebutuhan pasar, dan pengetahuan manajerial.
Menurut dia, apabila usaha ultra mikro dan mikro dapat naik kasta menjadi usaha kecil, ekonomi masyarakat akan lebih dinamis karena menciptakan lapangan kerja di luar lingkungan keluarga inti.
“Usaha kecil biasanya mempekerjakan 3 hingga 10 orang. Penjualan usaha kecil juga cenderung stabil, sehingga mereka berani merekrut tenaga kerja dari luar keluarga,” kata Syahrir.
Baca juga: Kemenkop UKM mencatat 10 juta pelaku UMKM telah kantongi NIB
Baca juga: Penyaluran KUR dengan credit scoring ditargetkan berjalan tahun depan
Baca juga: UGM-Kemenkop UKM berkolaborasi dampingi UMKM naik kelas
Dalam acara PPI Talk di Jakarta, Selasa (8/10), Syahrir menjelaskan bahwa manajemen yang baik menjadi faktor yang lebih perlu diperhatikan selain suntikan dana.
Pasalnya, menurut dia, suntikan dana dari perbankan, pemerintah, maupun pihak ketiga tidak selalu menjadi solusi efektif untuk meningkatkan kelas UMKM.
"Akses finansial bukanlah faktor utama yang menyebabkan kegagalan UMKM naik kelas. Banyak pinjaman yang macet karena dana yang diberikan habis untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," kata Syahrir dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
Berdasarkan data pemerintah, saat ini terdapat sekitar 65 juta UMKM di Indonesia, dengan 90 persen di antaranya tergolong usaha mikro. UMKM dikategorikan sebagai usaha mikro jika batas pinjaman tertingginya ke perbankan adalah Rp50 juta.
Syahrir mendapati bahwa dari jumlah usaha mikro tersebut, 90 persennya adalah usaha ultra mikro, dengan batas pinjaman ke bank kurang dari Rp20 juta.
"Hasil riset kami menunjukkan bahwa rata-rata pinjaman usaha ultra mikro berkisar antara Rp2 juta hingga Rp5 juta. Bahkan separuh dari rata-rata itu hanya membutuhkan pinjaman sebesar Rp1 juta," kata dia.
Ia menjelaskan bahwa kondisi tersebut menggambarkan mayoritas UMKM di Indonesia masih berada pada level usaha keluarga, dengan paradigma usaha yang hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Akibatnya, UMKM sulit menjadi penopang utama perekonomian bangsa.
"UMKM yang seharusnya bisa berkembang malah terus terperangkap dalam lingkaran kemiskinan tanpa adanya ambisi untuk membesarkan usaha mereka," lanjut Syahrir.
Oleh karena itu, Syahrir menyebut setidaknya ada tiga faktor yang lebih penting untuk diperhatikan selain akses finansial, yakni semangat kewirausahaan, pemahaman terhadap kebutuhan pasar, dan pengetahuan manajerial.
Menurut dia, apabila usaha ultra mikro dan mikro dapat naik kasta menjadi usaha kecil, ekonomi masyarakat akan lebih dinamis karena menciptakan lapangan kerja di luar lingkungan keluarga inti.
“Usaha kecil biasanya mempekerjakan 3 hingga 10 orang. Penjualan usaha kecil juga cenderung stabil, sehingga mereka berani merekrut tenaga kerja dari luar keluarga,” kata Syahrir.
Baca juga: Kemenkop UKM mencatat 10 juta pelaku UMKM telah kantongi NIB
Baca juga: Penyaluran KUR dengan credit scoring ditargetkan berjalan tahun depan
Baca juga: UGM-Kemenkop UKM berkolaborasi dampingi UMKM naik kelas
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024
Tags: