Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Vivi Yulaswati mengatakan, banyak contoh penerapan ekonomi sirkular dalam proses, produksi, dan jasa industri di Indonesia.


“Tentunya kita bisa lihat sekarang sudah banyak. Kemarin seharian banyak sekali contoh-contoh, termasuk juga mereka yang mendapatkan SDGs (Sustainable Development Goals) Action Award, anak-anak muda, para startup, entrepreneur yang mengolah, baik itu melalui inovasi, kemudian juga melalui teknologi, melahirkan produk-produk hijau, baik itu dalam konteks proses maupun dalam konteks produksi dan juga jasa, yang pastinya mengurangi emisi dan juga mengurangi polusi timbulan padat,“ ucapnya dalam SDGs Annual Conference 2024 di Jakarta, Selasa.

Beberapa contohnya ialah inisiatif Aruna Indonesia/PT Aruna Jaya Nuswantara (integrated fisheries commerce startup) yang memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan nelayan skala kecil melalui penyediaan pasar yang adil dan transparan, serta pendidikan perikanan berkelanjutan.

Kemudian, ada pula PT Great Giant Pineapple yang melakukan recyling pineapple by-products dengan memanfaatkan sampah produksi nanas menjadi pakan ternak dan pupuk, pengolahan limbah cair menjadi biogas yang telah dimanfaatkan menjadi 7-8 persen sumber energi listrik dan 100 persen bahan bakar fosil residu untuk boiler, serta produksi kompos aerobik dari limbah kotoran sapi, nanas, dan bamboo fiber.

Selain itu, Kawasan Industri Batamindo yang terdiri dari 67 perusahaan juga menjadi contoh industri yang menerapkan ekonomi sirkular dengan menggunakan air hujan sebagai baku dan Wastewater Treatment Plant (WWTP) komunal, serta pengolahan kompos pada kawasan tersebut.

“Tentunya ke depannya kita ingin terus bergerak, sampai skala industri dan juga bahkan skala ekosistem macro level, sehingga tentunya ke depannya kita bisa memiliki secara solid, mengikuti jejak beberapa pemerintah negara lainnya, EU (European Union), kemudian juga Amerika, untuk mewujudkan industri hijau. Sebetulnya di Indonesia tidak kalah dari negara tersebut (karena ada sejumlah industri yang telah menerapkan ekonomi sirkular),” ungkap Vivi.

Seperti diketahui, salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia adalah triple planetary crisis (perubahan iklim, polusi dan degradasi lingkungan, serta hilangnya keanekaragaman hayati).

Dalam hal ini, sektor industri secara global berkontribusi menciptakan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 34 persen pada tahun 2019.

Di sisi lain, United Nations Environment Programme (UNEP) memperkirakan industri bisa mengurangi emisi rata-rata per tahun sekitar 7,3 gigaton dengan menerapkan sistem pemanas dan pendingin pasif atau berbasis energi terbarukan, meningkatkan efisiensi energi dan mengatasi hotspots lainnya, seperti kebocoran gas metana yang berlebihan.

Mulai dari tahun 1972, penggunaan material secara global di industri berkisar 28,6 gigaton, lalu meningkat jadi 101,4 gigaton pada tahun 2022, dan diperkirakan akan terus naik hingga sekitar 170 gigaton.

Dampak akibat kegiatan ini ialah semakin bertambahnya jumlah polusi benda padat dan emisi GRK dari keseluruhan proses industri yang dihasilkan.

Dengan menerapkan ekonomi sirkular di sektor industri, maka bisa meminimalisir berbagai limbah maupun polusi sebesar 28 persen dan 39 persen emisi GRK. Selain itu, ekonomi sirkular dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp638 triliun di tahun 2030, menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru, hingga mengurangi timbulan sampah untuk menghindari prediksi seluruh Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Indonesia overload pada tahun 2028.