BRIN tekankan "evidence-based policy" untuk kebijakan berkelanjutan
8 Oktober 2024 17:27 WIB
Arsip foto - Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN Mego Pinandito diwawancarai awak media di sela peluncuran ekspedisi bersama Indonesia-OceanX di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu (15/5/2024). ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna.
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menekankan pengambilan kebijakan berbasis bukti ilmiah atau evidence-based policy, untuk meminimalisasi kesalahan dalam pengambilan suatu kebijakan dan menciptakan kebijakan yang berkelanjutan.
"Pendekatan di negara kita berbeda dengan di negara lain. Oleh karena itu kita harus menggunakan riset dalam pengambilan keputusan, sehingga penerapan regulasi yang tepat, basis pemahamannya harus berdasarkan pemahaman sains atau evidence-based policy, itu yang harus kita dorong," kata Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mego Pinandito dalam diskusi panel di SDGs Annual Conference yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Mego menyatakan pengambilan kebijakan berbasis bukti ilmiah akan menyebabkan setiap pengambilan kebijakan akan menjadi lebih efisien, terlebih dalam pengambilan kebijakan yang melibatkan banyak kementerian/lembaga.
Salah satu contoh, ungkap dia, yaitu pada penetapan kebijakan negara dalam menanggulangi stunting, di mana koordinasi dari berbagai kementerian/lembaga diperlukan, sebab stunting tidak bisa diselesaikan pada satu sisi saja.
Baca juga: BRIN lakukan riset fitoremediasi jaga tanaman akuatik dari kepunahan
Baca juga: BRIN: "Local job for local voice" bisa jadi percontohan vokasi daerah
"Jadi, stunting ini adalah masalah yang perlu pendekatan kompleks, maka kemudian penanganannya tidak bisa hanya di satu sektor saja. Di situlah peran riset dan inovasi," ujarnya.
Mego menyebut BRIN sebagai lembaga riset negara juga memiliki banyak riset tentang fenomena sosial yang bisa dijadikan landasan penentuan kebijakan, salah satunya melalui Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH).
Ia juga memastikan riset yang dilakukan pihaknya memiliki standar internasional, sehingga kebenarannya bisa diuji secara sains.
"Hasil riset inilah yang kemudian menjadi bahan untuk membuat rekomendasi kebijakan yang berujung kepada suatu regulasi. Negara kita negara besar, dari Sabang sampai Merauke, maka kebijakannya sulit jika hanya ditetapkan dengan melakukan komparasi terhadap negara lainnya," tuturnya.
Pengambilan kebijakan berbasis bukti ilmiah, kata Mego, juga turut membantu dalam pengambilan langkah antisipasi jika implementasi suatu kebijakan tak berjalan sesuai rencana.
Oleh karenanya, Mego berharap Indonesia ke depannya akan lebih memanfaatkan riset dan inovasi sebagai dasar pengambilan suatu kebijakan, sehingga kebijakan yang dibuat bisa lebih berkelanjutan, dan sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
"Pendekatan di negara kita berbeda dengan di negara lain. Oleh karena itu kita harus menggunakan riset dalam pengambilan keputusan, sehingga penerapan regulasi yang tepat, basis pemahamannya harus berdasarkan pemahaman sains atau evidence-based policy, itu yang harus kita dorong," kata Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mego Pinandito dalam diskusi panel di SDGs Annual Conference yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.
Mego menyatakan pengambilan kebijakan berbasis bukti ilmiah akan menyebabkan setiap pengambilan kebijakan akan menjadi lebih efisien, terlebih dalam pengambilan kebijakan yang melibatkan banyak kementerian/lembaga.
Salah satu contoh, ungkap dia, yaitu pada penetapan kebijakan negara dalam menanggulangi stunting, di mana koordinasi dari berbagai kementerian/lembaga diperlukan, sebab stunting tidak bisa diselesaikan pada satu sisi saja.
Baca juga: BRIN lakukan riset fitoremediasi jaga tanaman akuatik dari kepunahan
Baca juga: BRIN: "Local job for local voice" bisa jadi percontohan vokasi daerah
"Jadi, stunting ini adalah masalah yang perlu pendekatan kompleks, maka kemudian penanganannya tidak bisa hanya di satu sektor saja. Di situlah peran riset dan inovasi," ujarnya.
Mego menyebut BRIN sebagai lembaga riset negara juga memiliki banyak riset tentang fenomena sosial yang bisa dijadikan landasan penentuan kebijakan, salah satunya melalui Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH).
Ia juga memastikan riset yang dilakukan pihaknya memiliki standar internasional, sehingga kebenarannya bisa diuji secara sains.
"Hasil riset inilah yang kemudian menjadi bahan untuk membuat rekomendasi kebijakan yang berujung kepada suatu regulasi. Negara kita negara besar, dari Sabang sampai Merauke, maka kebijakannya sulit jika hanya ditetapkan dengan melakukan komparasi terhadap negara lainnya," tuturnya.
Pengambilan kebijakan berbasis bukti ilmiah, kata Mego, juga turut membantu dalam pengambilan langkah antisipasi jika implementasi suatu kebijakan tak berjalan sesuai rencana.
Oleh karenanya, Mego berharap Indonesia ke depannya akan lebih memanfaatkan riset dan inovasi sebagai dasar pengambilan suatu kebijakan, sehingga kebijakan yang dibuat bisa lebih berkelanjutan, dan sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024
Tags: