KLHK sebut UU KSDAHE mudahkan pendanaan konservasi lewat kerja sama
8 Oktober 2024 14:28 WIB
Tangkapan layar- Sekjen KLHK Bambang Hendroyono (kedua kanan) dan Anggota DPR RI Darori Wonodipuro (kedua kiri) dalam sosialisasi UU Nomor 32 Tahun 2024 di Jakarta, Selasa (8/10/2024) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan masuknya bab pendanaan dalam revisi Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) untuk mendukung implementasi praktik pendanaan lewat kerja sama.
Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono dalam sosialisasi yang dipantau daring di Jakarta, Selasa, menjelaskan pengesahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAHE memberikan payung hukum bagi pendanaan upaya konservasi keanekaragaman hayati yang selanjutnya akan diperjelas melalui peraturan pemerintah (PP) yang akan diterbitkan.
"Jadi nanti di dalam PP baru kelihatan, yang pasti pendanaan ini dengan dicantumkannya di dalam bab itu akan memudahkan bagaimana selama ini best practices khususnya kerja sama internasional yang sudah tertata rapi, terkelola dengan baik, jelas kerja sama seperti apa," jelasnya.
Hal ini penting karena di dalam konservasi tidak ada isu perizinan di dalam kaitan dengan pengelolaan kawasan hutan, izin hanya ada pemanfaatan jasa lingkungan seperti untuk wisata. Sehingga pendanaan, selain bersumber dari anggaran pemerintah, didapatkan juga dari kerja sama dengan beragam pemangku kepentingan.
"Nanti sumber pendanaannya akan diatur, persetujuan dari Dirjen," jelas Bambang.
Isu pendanaan itu sendiri penting untuk disikapi, kata Anggota DPR RI Darori Wonodipuro dalam sosialisi yang sama. Dia menyinggung masih belum optimalnya pendanaan konservasi di Tanah Air, mencapai 4 dolar AS (sekitar Rp62 ribu) per hektare dibandingkan beberapa negara tetangga di Asia Tenggara yang berada di kisaran di atas 15 dolar AS (Rp235 ribu) per hektare .
"Ini perlu kita perjuangkan sumber dana dari mana, mungkin dari swasta," ujar Darori.
Baca juga: Penyidik KLHK miliki kewenangan lebih kuat dengan UU KSDAHE
Baca juga: KLHK jelaskan UU KSDAHE beri payung hukum pendanaan konservasi
Baca juga: KLHK: UU KSDAHE tidak akan hambat akses legal masyarakat hukum adat
Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono dalam sosialisasi yang dipantau daring di Jakarta, Selasa, menjelaskan pengesahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang KSDAHE memberikan payung hukum bagi pendanaan upaya konservasi keanekaragaman hayati yang selanjutnya akan diperjelas melalui peraturan pemerintah (PP) yang akan diterbitkan.
"Jadi nanti di dalam PP baru kelihatan, yang pasti pendanaan ini dengan dicantumkannya di dalam bab itu akan memudahkan bagaimana selama ini best practices khususnya kerja sama internasional yang sudah tertata rapi, terkelola dengan baik, jelas kerja sama seperti apa," jelasnya.
Hal ini penting karena di dalam konservasi tidak ada isu perizinan di dalam kaitan dengan pengelolaan kawasan hutan, izin hanya ada pemanfaatan jasa lingkungan seperti untuk wisata. Sehingga pendanaan, selain bersumber dari anggaran pemerintah, didapatkan juga dari kerja sama dengan beragam pemangku kepentingan.
"Nanti sumber pendanaannya akan diatur, persetujuan dari Dirjen," jelas Bambang.
Isu pendanaan itu sendiri penting untuk disikapi, kata Anggota DPR RI Darori Wonodipuro dalam sosialisi yang sama. Dia menyinggung masih belum optimalnya pendanaan konservasi di Tanah Air, mencapai 4 dolar AS (sekitar Rp62 ribu) per hektare dibandingkan beberapa negara tetangga di Asia Tenggara yang berada di kisaran di atas 15 dolar AS (Rp235 ribu) per hektare .
"Ini perlu kita perjuangkan sumber dana dari mana, mungkin dari swasta," ujar Darori.
Baca juga: Penyidik KLHK miliki kewenangan lebih kuat dengan UU KSDAHE
Baca juga: KLHK jelaskan UU KSDAHE beri payung hukum pendanaan konservasi
Baca juga: KLHK: UU KSDAHE tidak akan hambat akses legal masyarakat hukum adat
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024
Tags: