Jakarta (ANTARA) - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memainkan peran penting dalam struktur pemerintahan Republik Indonesia.

Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah seberapa sering MPR mengadakan sidang dan apa saja jenis serta tujuannya?

Untuk menjawab hal tersebut, kita harus memahami terlebih dahulu beberapa wewenang penting yang dimiliki MPR. MPR adalah lembaga negara yang memiliki wewenang sebagai berikut:

  1. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum.
  3. Memutuskan usulan DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden sebelum masa jabatannya berakhir, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa keduanya terbukti melakukan pelanggaran hukum seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, atau tindak pidana berat lainnya.
  4. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat menjalankan tugasnya selama masa jabatannya.
  5. Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan Presiden jika terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden.
  6. Memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon jika keduanya tidak dapat menjalankan kewajibannya secara bersamaan, hingga akhir masa jabatan mereka.

Jenis Sidang MPR:

1. Sidang Tahunan MPR

Sidang Tahunan MPR adalah forum untuk lembaga negara menyampaikan laporan kinerja mereka kepada masyarakat. Sidang ini diadakan sekali setahun pada tanggal 16 Agustus.

Sidang ini bertujuan untuk memberikan transparansi kepada masyarakat mengenai perkembangan tugas lembaga-lembaga negara dalam satu tahun terakhir. Ada delapan lembaga yang menyampaikan laporan kinerjanya, yaitu MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MK, MA dan KY.


2. Sidang Paripurna MPR

Selain Sidang Tahunan, MPR juga menyelenggarakan Sidang Paripurna. Menurut Peraturan MPR Nomor 1 Tahun 2019 Pasal 65, Sidang Paripurna merupakan salah satu dari delapan jenis rapat yang dapat diadakan oleh MPR.

Sidang ini diadakan pada awal dan akhir masa jabatan, serta pada saat-saat penting tertentu sesuai situasi yang terjadi. Sidang Paripurna berfungsi sebagai forum tertinggi untuk pengambilan keputusan.


3. Sidang Istimewa MPR

Sidang Istimewa MPR dapat diadakan, salah satunya ketika Presiden dinilai melakukan pelanggaran berat. Hal ini diatur secara khusus dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia yang diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal MPR RI pada tahun 2020.

MPR memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden di tengah masa jabatan mereka.

Proses ini dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden atau Wakil Presiden terbukti melanggar hukum, baik dalam bentuk pengkhianatan terhadap negara, korupsi, suap, atau tindak pidana berat lainnya.

Selain itu, pelanggaran terhadap syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi Presiden atau Wakil Presiden juga menjadi dasar pemberhentian.

Dalam kutipan dari Undang-Undang Negara Republik Indonesia yang diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal MPR-RI pada tahun 2020 disebutkan: "Dewan Perwakilan Rakyat memiliki wewenang untuk terus mengawasi tindakan Presiden. Jika DPR menilai bahwa Presiden melanggar haluan negara yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, MPR dapat diundang untuk menggelar sidang istimewa agar Presiden dapat diminta pertanggungjawabannya."

Baca juga: Sidang Paripurna MPR setujui pembentukan 3 badan baru

Baca juga: Calon pimpinan MPR: PKS sebut HNW, PKB sebut Rusdi Kirana

Baca juga: Sidang Paripurna MPR setujui Ahmad Muzani jadi Ketua MPR RI 2024-2029