Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan gangguan penglihatan menjadi masalah di tingkat nasional maupun global, dan di Indonesia prevalensi gangguan penglihatan pada anak usia sekolah yakni 5 sampai 19 tahun diperkirakan mencapai 10 persen.

"Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi disabilitas penglihatan pada penduduk umur di atas 1 tahun sebesar 0,4 persen dan proporsi penggunaan alat bantu lihat pada penduduk umur di atas 1 tahun di Indonesia sebesar 11,9 persen," kata Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Yudi Pramono di Jakarta, Senin.

Dalam temu media secara Yudi mengutip data 2019 dari World Report on Vision, bahwa saat ini di seluruh dunia terdapat 2,2 miliar orang yang mengalami gangguan penglihatan. Dia menilai satu miliar diantaranya dapat dihindari, dapat dicegah, maupun dapat diobati.

"Sekitar 65 juta anak di dunia menderita mata minus atau miopia dan diprediksi meningkat menjadi 275 juta di tahun 2050," ucapnya.

Baca juga: Masyarakat perlu jaga kesehatan mata di tempat kerja

Yudi menjelaskan jika gangguan refraksi tidak ditangani, maka kondisinya dapat memburuk bahkan menyebabkan kebutaan. Apabila tidak dilakukan pencegahan dan pengendalian secara serius dan intensif, maka dampak dan gangguan penglihatan berpengaruh terhadap kualitas hidup dan kesehatan masyarakat, serta menjadi beban ekonomi dan kerugian negara.

Pada anak-anak, katanya, mata yang sehat berperan penting dalam pencapaian prestasi belajar. Dalam kesempatan itu dia menyebutkan pemberian kacamata pada anak yang membutuhkan dapat mengurangi kegagalan belajar hingga 44 persen.

Dia menjelaskan penyebab kebutaan pada anak bervariasi. Selain gangguan refraksi, katanya, ada katarak dan glukoma. Dia menyebutkan diperkirakan 5-20 persen kebutaan pada anak disebabkan oleh katarak dan sekitar 20.000-40.000 anak lahir dengan katarak kongenital.

Baca juga: Hari Penglihatan Sedunia, ratusan pelajar Bekasi periksa mata

Menurutnya, penanggulangan gangguan penglihatan mengedepankan upaya promotif dan preventif melalui pengendalan faktor risiko, skrining atau deteksi gini gangguan penglihatan pada kelompok risiko, serta penguatan akses masyarakat pada layanan kesehatan yang komprehensif.

"Hal ini juga tidak lepas dari upaya kuratif rehabilitatif yang menunjang keberhasilan program," katanya.

Dalam rangka Hari Penglihatan Sedunia 2024, Kemenkes mengajak para pemangku kepentingan untuk memprioritaskan isu-isu kesehatan mata. Selain itu pihaknya juga turut mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan peduli terhadap kesehatan mata.

Baca juga: Kemenkes: Kesehatan mata berpengaruh terhadap produktivitas masyarakat