Mataram (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk tidak main-main dengan anggaran pokok-pokok pikiran (pokir) dalam perencanaan dan penganggaran pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

"Cukup sudah main-main dengan pokir," pesan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK Dian Patria usai sosialisasi antikorupsi untuk legislatif, eksekutif, dan masyarakat di Ruang Rapat Paripurna DPRD Provinsi NTB di Mataram, Senin.

KPK, kata Dian Patria, menemukan di antara pokir anggota DPRD yang tidak tepat sasaran. Misalnya, ada pokir semestinya di daerah pemilihan (dapil) di Pulau Lombok, ditempatkan di Pulau Sumbawa.

"Ada itu ya, pokir-nya di mana orangnya di mana. Orangnya di Lombok, tetapi pokir-nya di Sumbawa, bingung juga saya ini," ungkapnya.

Setelah COVID-19 melanda, kata dia, anggaran pemerintah ikut mengalami defisit berat. Oleh karena itu, anggota DPRD Provinsi NTB untuk tidak main-main dengan pokir.

"Jangan main-main, ikuti prosedur dan hargai tata cara masing-masing. Pokir itu aturannya jelas. Di-input 1 minggu sebelum musrenbang. Jadi, jangan paksa-paksa disusup di KUA PPAS, sudah begitu pokir-nya plus. Dewan juga mengerjakan plus mangkrak pula enggak selesai," terang Dian Patria.

Baca juga: KPK ingatkan DPRD Kota Mataram untuk tidak sisipkan pokir di APBD
Baca juga: KPK tetapkan empat anggota DPRD Jatim tersangka korupsi dana hibah


Selain itu, dalam penyusunan APBD antara legislatif dan eksekutif tidak saling sandera. Kalau tidak kasih pokir APBD, kemudian tidak disahkan.

"Contoh ada satu bupati tolak Rp40 miliar pokir-nya, dia marah-marah. Kemudian kasih surat peringatan silakan tanda tangan siap jika ada masalah di kemudian hari, enggak berani juga (DPRD). Tolak sama bupati, jadi ini kembali lagi kepada keberanian bersikap pada zaman turbelensi ini," tegasnya.

Meski tidak menampik pokir adalah hak anggota legislatif, menurut dia, jika tidak sejalan dengan RKPD dan RPJMD, sebaiknya tidak memaksakan.

"Bagaimanapun pokir itu program, bukan bagi-bagi uang dan hak pribadi," ujarnya.

Dian lantas mencontohkan kasus di DPRD Kota Mataram. Meskipun sudah kembali uangnya, jumlahnya miliaran rupiah dipakai yayasan jadi-jadian.

Untuk itu, Dian berharap kasus seperti itu tidak ulang-ulang di DPRD Provinsi NTB.

Sosialisasi antikorupsi untuk legislatif, eksekutif, dan masyarakat di Ruang Rapat Paripurna DPRD NTB dihadiri Sekda NTB Lalu Gita Ariadi, pimpinan dan anggota DPRD, serta pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD) lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB.