Jakarta (ANTARA) - Pengamat intelijen dan keamanan Ngasiman Djoyonegoro menilai pembentukan batalyon infanteri (yonif) penyangga daerah rawan (PDR) di wilayah Papua dapat memberi rasa aman bagi pelaksanaan program pembangunan nasional di wilayah tersebut yang rawan akan kontak senjata.

"Misalnya, program penanaman komoditas oleh BUMN atau kementerian maka TNI hadir untuk mengawal program tersebut dari gangguan dan ancaman yang mungkin timbul," ujar Simon, sapaan akrab Ngasiman Djoyonegoro, ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin.

Pengawalan yang dilakukan oleh TNI, menurut Simon, dapat berupa pemetaan potensi kontak senjata, aktor-aktor potensial, termasuk menentukan langkah-langkah antisipasi di lapangan.

Simon mengatakan bahwa Papua adalah daerah yang bentang alamnya luas dengan infrastruktur yang belum sepenuhnya menjangkau wilayah tersebut, terlebih Papua merupakan daerah operasi kelompok separatisme.

Ia menilai ancaman yang muncul dari gerakan separatisme tersebut telah mengganggu aktivitas masyarakat dan pemerintahan di Papua.

Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa kehadiran yonif PDR di wilayah Papua merupakan sebuah langkah maju yang menunjukkan TNI bertanggung jawab terhadap situasi pertahanan di wilayah tersebut.

"Pembentukan batalyon PDR ini juga diharapkan dapat meminimalisasi timbulnya korban saat operasi di lokasi-lokasi yang medannya sulit untuk dijangkau," ucapnya.

Meskipun demikian, Simon mengingatkan bahwa posisi TNI tetap harus proporsional dan bekerja sebagai alat pertahanan negara. Dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan, tetap dipimpin oleh kementerian/lembaga yang terkait.

Baca juga: Panglima TNI resmikan lima batalyon penyangga daerah rawan untuk Papua
Baca juga: KSAD sebut prajurit yonif penyangga di Papua dibekali ilmu pertanian


Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto meresmikan lima batalyon infanteri penyangga daerah rawan yang dua di antaranya tersebar di Provinsi Papua, dua di Papua Selatan, dan satu di Papua Barat Daya, Rabu (2/10).

Lima batalyon penyangga itu mencakup Yonif 801/Ksatria Yuddha Kentswuri bermarkas di Kabupaten Keerom, Provinsi Papua; Yonif 802/Wimane Mambe Jaya bermarkas di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua.

Berikutnya Yonif 803/Nduka Adyatma Yuddha bermarkas di Kabupaten Boven Digoel di Provinsi Papua Selatan; Yonif 804/Dharma Bhakti Asasta Yudha bermarkas di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan; dan terakhir Yonif 805/Ksatria Satya Waninggap bermarkas di Sorong, Papua Barat Daya.

Lima batalyon itu masing-masing diperkuat oleh 691 prajurit.

Panglima TNI menjelaskan bahwa batalyon penyangga itu punya tugas yang spesifik, yaitu mendukung program ketahanan pangan pemerintah.

Oleh karena itu, mereka bakal bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan masyarakat setempat untuk menanam komoditas pangan utama, salah satunya padi.

"Batalyon-batalyon ini di bawah komando daerah militer (kodam), ada Kodam XVIII/Kasuari dan Kodam XVII/Cenderawasih. Batalyon ini punya spesifikasi untuk ada batalyon konstruksi, ada batalyon produksi. Kami akan melaksanakan program pertanian di wilayah Papua dan batalyon-batalyon ini akan membantu," kata Panglima TNI.

Baca juga: Yonif PDR dinilai strategis tingkatkan ekonomi dan keamanan wilayah