Saya hanya jalankan tugas
9 Juni 2014 16:16 WIB
Mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya (kiri) menjalani sidang lanjutan kasus dugaan korupsi kasus pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) Bank Century di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Deputi Gubenur Bank Indonesia bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa Budi Mulya menyatakan ia hanya menjalankan tugas terkait pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek kepada Bank Century dan penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik.
"Apakah saudara merasa bersalah atau melakukan kelalaian terhadap kejadian ini?" tanya ketua jaksa penuntut umum KPK KMS Rony dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
"Terhadap yang bapak tanyakan saya semata menjalankan tugas. Saya menyesal karena kelalaian saya menerima pinjaman dari Robert Tantular dan dikaitkan dengan hal ini sehingga menyebarkan rumor dan fitnah kepada tugas saya yang menyebabkan saya menerima sanksi dari lembaga. Tapi terkait Bank Century, saya hanya menjalankan tugas sebagai anggota Dewan Gubernur BI yaitu deputi bidang Pengelolaan Moneter, saya hanya melaksanakan tugas," jawab Budi Mulya.
Budi Mulya mengaku bahwa ia sebagai Deputi Gubernur BI bertugas untuk menghindari krisis ekonomi pada 2008.
"Ini satu situasi yang tidak bisa dihindari, yaitu sisi krisis sudah ada payungnya adalah Perpu dan faktanya ada krisis global dan BI harus melakukan tindakan untuk mengatasi krisis likuiditas, yaitu bukan hanya mengeluarkan PBI (Peraturan Bank Indonesia) tapi pada 29 Oktober 2008 pun Rapat Dewan Gubernur BI sudah membahas crisis management protocol untuk mengantisipasi krisis," tambah Budi Mulya.
Budi Mulya bahkan mengaku pada 5 Desember 2008 mencoba untuk menemui Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS) di New Yoork untuk meminta "foreign exchange swap" seperti yang diberikan kepada Bank Sentral Korea Selatan, Singapura, dan Jepang yaitu sebesar 40, 30 dan 20 miiar dolar AS untuk mengatasi krisis likuiditas.
"Saya memang tidak berhasil menemui beliau, tapi saya menemui stafnya untuk mencoba meminta tambahan likuiditas 5 miliar dolar AS," ungkap Budi Mulya.
Sedangkan mengenai peminjaman uang Rp1 miliar dari pemilik Bank Century Robert Tantular, menurut Budi hal itu adalah sebagai bagian investasi ia dan temannya.
"Saya ditawari apakah Pak Budi mau memberikan modal kerja untuk suatu investasi. Pada waktu itu saya sudah memberikan dana yang besar pada April, Mei, Juni, Juli untuk investasi ini kepada teman, dan dana itu bukan dari Robert. Lalu teman saya datang lagi pada Juli akhir dan mengatakan bahwa modal kerja dalam investasi ini terbatas karena mentok dengan dana yang ada," ungkap Budi.
Budi Mulya mengaku sudah mengucurkan dana Rp5 miliar untuk invesasi tersebut dan seluruhnya merupakan uang tabungannya.
"Rp1 miliar dari Robert hanya untuk melengkapi karena katanya dananya mentok. Dia tanya Pak Budi apakah punya yang bisa ikut gabung ke konsorsium? Lalu saya minta Pak Robert tapi Pak Robert menolak tapi memberikan pinjaman jangka pendek. Saya terima bilyet giro, yang saya transfer ke rekening Bank Mandiri saya baru saya transfer ke rekening teman saya," tambah Budi.
"Apakah bapak tahu bahwa sebagai Deputi Gubernur BI itu menerima sesuatu merupakan pelanggaran?" tanya jaksa.
"Saya lupa atas hal itu. Kalau saya ingat maka saya tidak meminjam uang ke bankers, itu kelalaian saya," jawab Budi.
Budi Mulya mengaku bahwa ia sudah melunasi pinjaman uang Rp1 miliar tersebut melalui seorang temannya yang mendatangi Robert di tahanan Bareskrim Polri.
"Pelunasan ke Robert saya lakukan melalui teman karena situasi tidak mudah. Robert ditahan, dan saya punya teman yang sering mengunjungi mantan Gubernur BI Burhanudin Abdullah yang ditahan di Bareskrim Polri, jadi saya titip ke kawan itu," tambah Budi.
Apalagi menurut Budi, hingga saat ini ia tidak tahu bagaimana perkembangan investasi tersebut.
"Saat itu tawarannya menarik, saya terbuai dan sampai saat ini saya juga tidak tahu cerita dana saya," jelas Budi.
Atas perbuatannya tersebut, Budi juga mengaku sudah mendapatkan sanksi dari BI.
"Saya habis masa jabatan Dewan Gubernur pada November 2012 tapi saya 12 bulan dinonaktifkan; 1,5 bulan berikutnya tidak jelas sehingga saya mengambil cuti besar untuk melengkapi. Sebelumnya saya dimutasi dari bidang moneter tempat saya dibesarkan selama 28 tahun untuk memimpin unit khusus museum, pengelolaan aset, biro sekretariat oleh Gubernur BI karena ada fitnah rumor kepada saya, jelas Budi.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa Budi Mulya dengan dakwaan primer dari pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP; dan dakwaan subsider dari pasal 3 o Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut mengatur tetang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
"Apakah saudara merasa bersalah atau melakukan kelalaian terhadap kejadian ini?" tanya ketua jaksa penuntut umum KPK KMS Rony dalam sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
"Terhadap yang bapak tanyakan saya semata menjalankan tugas. Saya menyesal karena kelalaian saya menerima pinjaman dari Robert Tantular dan dikaitkan dengan hal ini sehingga menyebarkan rumor dan fitnah kepada tugas saya yang menyebabkan saya menerima sanksi dari lembaga. Tapi terkait Bank Century, saya hanya menjalankan tugas sebagai anggota Dewan Gubernur BI yaitu deputi bidang Pengelolaan Moneter, saya hanya melaksanakan tugas," jawab Budi Mulya.
Budi Mulya mengaku bahwa ia sebagai Deputi Gubernur BI bertugas untuk menghindari krisis ekonomi pada 2008.
"Ini satu situasi yang tidak bisa dihindari, yaitu sisi krisis sudah ada payungnya adalah Perpu dan faktanya ada krisis global dan BI harus melakukan tindakan untuk mengatasi krisis likuiditas, yaitu bukan hanya mengeluarkan PBI (Peraturan Bank Indonesia) tapi pada 29 Oktober 2008 pun Rapat Dewan Gubernur BI sudah membahas crisis management protocol untuk mengantisipasi krisis," tambah Budi Mulya.
Budi Mulya bahkan mengaku pada 5 Desember 2008 mencoba untuk menemui Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS) di New Yoork untuk meminta "foreign exchange swap" seperti yang diberikan kepada Bank Sentral Korea Selatan, Singapura, dan Jepang yaitu sebesar 40, 30 dan 20 miiar dolar AS untuk mengatasi krisis likuiditas.
"Saya memang tidak berhasil menemui beliau, tapi saya menemui stafnya untuk mencoba meminta tambahan likuiditas 5 miliar dolar AS," ungkap Budi Mulya.
Sedangkan mengenai peminjaman uang Rp1 miliar dari pemilik Bank Century Robert Tantular, menurut Budi hal itu adalah sebagai bagian investasi ia dan temannya.
"Saya ditawari apakah Pak Budi mau memberikan modal kerja untuk suatu investasi. Pada waktu itu saya sudah memberikan dana yang besar pada April, Mei, Juni, Juli untuk investasi ini kepada teman, dan dana itu bukan dari Robert. Lalu teman saya datang lagi pada Juli akhir dan mengatakan bahwa modal kerja dalam investasi ini terbatas karena mentok dengan dana yang ada," ungkap Budi.
Budi Mulya mengaku sudah mengucurkan dana Rp5 miliar untuk invesasi tersebut dan seluruhnya merupakan uang tabungannya.
"Rp1 miliar dari Robert hanya untuk melengkapi karena katanya dananya mentok. Dia tanya Pak Budi apakah punya yang bisa ikut gabung ke konsorsium? Lalu saya minta Pak Robert tapi Pak Robert menolak tapi memberikan pinjaman jangka pendek. Saya terima bilyet giro, yang saya transfer ke rekening Bank Mandiri saya baru saya transfer ke rekening teman saya," tambah Budi.
"Apakah bapak tahu bahwa sebagai Deputi Gubernur BI itu menerima sesuatu merupakan pelanggaran?" tanya jaksa.
"Saya lupa atas hal itu. Kalau saya ingat maka saya tidak meminjam uang ke bankers, itu kelalaian saya," jawab Budi.
Budi Mulya mengaku bahwa ia sudah melunasi pinjaman uang Rp1 miliar tersebut melalui seorang temannya yang mendatangi Robert di tahanan Bareskrim Polri.
"Pelunasan ke Robert saya lakukan melalui teman karena situasi tidak mudah. Robert ditahan, dan saya punya teman yang sering mengunjungi mantan Gubernur BI Burhanudin Abdullah yang ditahan di Bareskrim Polri, jadi saya titip ke kawan itu," tambah Budi.
Apalagi menurut Budi, hingga saat ini ia tidak tahu bagaimana perkembangan investasi tersebut.
"Saat itu tawarannya menarik, saya terbuai dan sampai saat ini saya juga tidak tahu cerita dana saya," jelas Budi.
Atas perbuatannya tersebut, Budi juga mengaku sudah mendapatkan sanksi dari BI.
"Saya habis masa jabatan Dewan Gubernur pada November 2012 tapi saya 12 bulan dinonaktifkan; 1,5 bulan berikutnya tidak jelas sehingga saya mengambil cuti besar untuk melengkapi. Sebelumnya saya dimutasi dari bidang moneter tempat saya dibesarkan selama 28 tahun untuk memimpin unit khusus museum, pengelolaan aset, biro sekretariat oleh Gubernur BI karena ada fitnah rumor kepada saya, jelas Budi.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa Budi Mulya dengan dakwaan primer dari pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP; dan dakwaan subsider dari pasal 3 o Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut mengatur tetang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014
Tags: