Jakarta (ANTARA) - Ketahanan pangan adalah isu penting yang berhubungan langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Dengan pertumbuhan populasi yang semakin pesat dan dampak perubahan iklim, tantangan dalam mencapai ketahanan pangan pun semakin kompleks.

Oleh karena itu, diperlukan alternatif pembiayaan berkelanjutan yang dapat mendukung sistem pangan yang lebih tangguh.

Menurut Badan PBB untuk Pangan dan Pertanian atau Food and Agriculture Organization (FAO), ketahanan pangan didefinisikan sebagai "kondisi di mana semua orang, pada setiap waktu, memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi."

Definisi ini mencakup empat pilar utama, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, pemanfaatan pangan, dan stabilitas pangan.

Ketersediaan pangan diartikan sebagai pasokan pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan populasi, sedangkan akses pangan merupakan kemampuan individu untuk mendapatkan pangan yang diperlukan.

Pemanfaatan pangan adalah pengolahan dan konsumsi pangan yang bergizi, sedangkan stabilitas pangan diartikan sebagai ketahanan terhadap fluktuasi ketersediaan dan harga pangan.

Para pakar sepakat bahwa ketahanan pangan merupakan fondasi bagi pembangunan berkelanjutan. Dr. Aditi Mukherji dari International Water Management Institute menyatakan, ketahanan pangan tidak hanya bergantung pada produksi, tetapi juga pada distribusi yang adil dan aksesibilitas yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa aspek sosial dan ekonomi juga berperan penting dalam mencapai ketahanan pangan.

Sementara Profesor Olivier De Schutter, mantan Pelapor Khusus PBB untuk Hak atas Pangan, menekankan bahwa perubahan iklim memperburuk kerawanan pangan dan meningkatkan tantangan yang dihadapi petani, terutama di negara berkembang. Perubahan iklim mengakibatkan fluktuasi iklim yang ekstrem, yang berdampak pada produksi pertanian.

Fakta tersebut menjadi bukti bahwa ketahanan pangan harus mempertimbangkan dampak lingkungan.

Menurut laporan FAO, populasi dunia diperkirakan mencapai 9,7 miliar pada tahun 2050. Sebagai konsekuensi tentu saja permintaan pangan juga akan meningkat. Urbanisasi yang pesat juga mengubah pola konsumsi dan distribusi pangan.

Penelitian oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukkan bahwa ketahanan pangan akan semakin terancam jika langkah mitigasi tidak segera diambil.


Pembiayaan berkelanjutan

Ketahanan pangan adalah isu yang kompleks dan multidimensional yang memerlukan pendekatan holistik. Terkait masalah ini, pembiayaan berkelanjutan bisa memberikan solusi yang memungkinkan investasi dalam praktik pertanian yang ramah lingkungan dan meningkatkan akses pangan bagi masyarakat.

Pembiayaan berkelanjutan adalah metode investasi yang mempertimbangkan aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi. Hal ini mendukung proyek yang tidak hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat.

Ada beberapa jenis pembiayaan berkelanjutan, yaitu investasi hijau, microfinance, dan crowdfunding.

Investasi hijau fokus pada proyek yang mendukung pertanian berkelanjutan. Menurut World Bank, investasi dalam praktik pertanian ramah lingkungan dapat meningkatkan ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan.

Pembiayaan berkelanjutan lain adalah microfinance yang memberikan akses pendanaan kepada petani kecil dan usaha pertanian lokal. Penelitian oleh Consultative Group to Assist the Poor (CGAP) menunjukkan bahwa microfinance dapat meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan.

Sementara crowdfunding merupakan platform yang memungkinkan masyarakat untuk berinvestasi dalam proyek pertanian lokal. Menurut laporan oleh Global Impact Investing Network (GIIN), crowdfunding telah membantu mendanai berbagai inisiatif ketahanan pangan di seluruh dunia.

Lantas, apa hubungan antara ketahanan pangan dan pembiayaan berkelanjutan?

Pertama, meningkatkan produktivitas pertanian. Dengan adanya pembiayaan berkelanjutan, petani dapat mengakses teknologi dan praktik pertanian yang lebih efisien, sehingga meningkatkan produktivitas.

Misalnya, melalui peningkatan teknologi irigasi, proyek pembiayaan untuk sistem irigasi hemat air, yang membantu petani mengoptimalkan penggunaan air dan meningkatkan hasil panen. Sebuah proyek di Etiopia menunjukkan bahwa penerapan sistem irigasi hemat air, yang didanai melalui pembiayaan berkelanjutan, mampu meningkatkan produktivitas pertanian hingga 30 persen dan mengurangi ketergantungan pada air.

Kedua, diversifikasi sumber pangan. Pendanaan berkelanjutan dapat mendukung penelitian dan pengembangan varietas pangan baru yang lebih tahan terhadap perubahan iklim dan hama. Sebuah penelitian oleh University of California menunjukkan bahwa praktik pertanian organik dapat meningkatkan hasil panen hingga 20 persen dibandingkan pertanian konvensional, sambil mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya.

Ketiga, mendorong pertanian berkelanjutan. Pembiayaan yang berfokus pada keberlanjutan membantu mengurangi dampak lingkungan dari praktik pertanian, seperti penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan, misalnya, mendorong pertanian organik. Program pembiayaan untuk petani yang beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik, dapat meningkatkan pendapatan dan kesehatan tanah.

Sinergi antara ketahanan pangan dan pembiayaan berkelanjutan sangat penting untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, terutama di tengah tantangan global yang terus berkembang. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat diperlukan untuk menciptakan sistem pangan yang tangguh dan berkelanjutan.

Pembiayaan berkelanjutan juga dapat memainkan peran penting dalam mendukung ketahanan pangan dengan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk inovasi, produktivitas, dan keberlanjutan. Oleh karena itu, sinergi antara kebijakan ketahanan pangan dan pembiayaan berkelanjutan harus diperkuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.


*) Lucky Akbar adalah ASN pada Kementerian Keuangan RI