Makassar (ANTARA) - Anggota Dewan Pers Asep Setiawan menegaskan profesi jurnalis atau wartawan yang tidak menaati kode etik Jurnalistik serta tidak terverifikasi dan melanggar perilaku etika maka dapat dilaporkan ke Dewan Pers (DP) untuk diberikan penindakan.

"Kalau ada pelanggaran-pelanggaran di lapangan jangan sungkan untuk melaporkan. Jadi, jangan berantem dengan mereka (jurnalis abal-abal), laporkan saja kepada kami, akan kami follow up (tindaklanjuti), di mana tempatnya (kantor) di mana orangnya, kalau ada fotonya lebih bagus," kata Asep saat diskusi publik secara virtual di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu.

Hal itu karena DP juga memiliki komisi hukum dan komisi etika, silakan dilaporkan apabila memiliki bukti-bukti. Dan paling penting peran jurnalis profesional ikut membantu, apalagi telah terbentuk Koalisi Advokasi Jurnalis (KAJ) Sulsel yang merupakan konsituen DP seperti AJI Makassar, IJTI Sulsel, PFI Makassar dan dibantu LBH Pers.

Baca juga: Dewan Pers: Penegakan etik insan pers berarti menegakkan semua aturan

Menurut dia, tidak bisa dipungkiri memang masih ada pelanggaran perilaku terutama jurnalis tidak profesional atau abal-abal. Karena dalam penyebutan jurnalis di DP hanya dua yaitu, jurnalis profesional dan tidak profesional.

"Kami sudah menerima berbagai keluhan dan pengaduan. Dari seluruh media termasuk dari Sulawesi, Aceh. Ketika ada kasus pengaduan termasuk dari Lampung, maka Dewan Pers akan menimbang pengaduan itu apakah perilakunya hukum atau perilaku pelanggaran terkait kode etik,," papar dia.

Perilaku hukum tersebut dalam kode etik jurnalistik sudah ditegaskan, tidak menerima suap, apalagi bertindak tidak profesional seperti berprofesi ganda. Di daerah, ungkap Asep, sering ditemukan ada advokat atau pengacara merangkap jurnalis, termasuk LSM juga menjadi wartawan bahkan terkadang memeras, mengintimidasi orang.

"Apabila ada seperti ini, Dewan Pers menerima aduan perilaku itu dan akan di follow up serta diminta pertanggungjawaban kemudian dipanggil bersangkutan termasuk pimpinan medianya, dan itu sudah dilakukan. Bahkan kami pernah mencabut sertifikat UKW bersangkutan karena melanggar," ujarnya.

Baca juga: Dewan Pers: Buku "Mengadu(kan) Pers" jadi bahan belajar jurnalis

Ia menekankan, DP bertanggung jawab terhadap perilaku wartawan dan karya jurnalistiknya. Kalau ditanya, apakah DP membina, kata dia, ikut membina. Namun demikian, jumlah anggota DP hanya sembilan orang sedangkan yang sudah terverifikasi Ujian Kompetensi Wartawan (UKW) telah mencapai hampir 30 ribu dari total lebih 50 ribu wartawan..

Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers ditegaskan, dalam melaksanakan tugasnya, wartawan dilindungi undang-undang dan harus mematuhi kode etik, maka tanggungjawab itu ada di DP. "Perlu ditegaskan lagi, sistem pelaporan sudah jelas, silahkan. Tidak usah marah-marah di lapangan, laporkan nanti kami follow up," tuturnya menekankan.

Hal senada disampaikan Direktur LBH Pers Makassar Fajriani Langgeng dengan menanggapi banyaknya orang menyalahgunakan profesi jurnalis untuk kepentingan kelompok atau individunya. Kendati demikian, yang bisa menindak itu adalah ranah DP.

"Itu mekanisme Dewan Pers di atur pada peraturan nomor 1 tahun 2018 terkait keanggotaan. Disebutkan, barang siapa diduga melakukan kerja-kerja jurnalisme tidak profesional, organisasi profesi Pers bisa mencabut kartu keanggotaan atau melakukan pelaporan ke Dewan Pers dan nanti dilakukan penilaian layak atau tidak dicabut. Masyarakat juga bisa melaporkan," kata Fajri disela diskusi publik.

Diskusi publik bertema Bagaimana Peran Pers Dalam Pilkada serentak diselenggarakan KAJ Sulsel seusai peluncuran nama dengan nara sumber selain dari Anggota DP, masing-masing Ketua IJTI Sulsel Andi Muhammad Sardi, Dewan Pertimbangan AJI Makassar Nurdin Amir serta Direktur LBH Pers Makassar Fajriani Langgeng dipandu Nana Djamal sebagai moderator di hadiri perwakilan jurnalis dari berbagai media.