Jakarta (ANTARA) - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Profesor Thomas Djamaluddin menyebut perlunya koordinasi BRIN, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan instansi terkait tentang rencana kontingensi menghadapi potensi benda antariksa jatuh ke wilayah Indonesia.

Dalam diskusi daring diikuti dari Jakarta, Sabtu, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Antariksa BRIN Profesor Thomas Djamaluddin menyebut lokasi benda antariksa jatuh memiliki rentang ketidakpastian beberapa ribu kilometer sehingga tidak dapat diprakirakan secara pasti titik jatuhnya.

Dia memberi contoh kejatuhan benda antariksa di Bengkulu pada 2016 yang diduga meteorit serta sampah antariksa yang juga pernah jatuh di wilayah Indonesia, seperti terjadi pada 2021, ketika bagian peluncur roket ditemukan di Kalimantan Tengah.

"Memang tidak bisa diprakirakan titik jauhnya di mana sehingga kita harus bersiap-siap. Tetapi yang dilakukan dan ini yang direkomendasikan dari Deputi Kebijakan Riset dan Inovasi, itu perlu adanya kolaborasi BRIN sebagai pemantau dan juga penganalisis benda jatuh antariksa dengan BNPB dalam konteks nanti ketika benda tersebut sudah jatuh di wilayah Indonesia," katanya.

Baca juga: BRIN: Pemasangan cermin & kamera Observatorium Timau pertengahan 2024

Dengan program pemantauan yang dikembangkan para peneliti BRIN, dapat diperkirakan objek-objek yang riskan jatuh ke wilayah Indonesia.

"Karena ketika ketinggiannya di bawah 120 kilometer melintas Indonesia itu ada potensi jatuh di wilayah Indonesia," ujarnya.

Dia menyebutkan ketika ada benda antariksa jatuh, seperti meteorit, maka perlu dilihat kembali apakah memiliki kandungan berbahaya atau tidak.

Tidak hanya itu, katanya, saat sampah antariksa buatan jatuh juga perlu dipastikan keamanannya, mengingat beberapa generasi satelit lebih tua ada yang menggunakan teknologi nuklir.

"Itu memang harus ditangani bersama BNPB dan instansi terkait dengan sumber bahaya dari objek tersebut. Tapi memang sampah antariksa buatan tidak bisa diprakirakan sebelumnya, tidak bisa diantisipasi hanya setelah jatuh baru penanganannya seperti apa," demikian Thomas Djamaluddin.

Baca juga: Lapan evaluasi penampakan benda bercahaya di langit Kota Bandung
Baca juga: Begini suara mikrometeoroid tabrak pesawat luar angkasa
Baca juga: Badan Antariksa Eropa membuat kepingan Lego dari meteorit