Junta Thailand tahan pemimpin anti-kudeta
6 Juni 2014 13:53 WIB
Tentara Thailand bersiaga di Klub Militer tempat Kepala Angkatan Bersenjata Thailand rapat dengan semua faksi rivalnya di Bangkok, Thailand, Kamis (22/5). Kepala Angkatan Bersenjata Thailand Jenderal Prayuth Chan-ocha mengambil alih kendali pemerintahan dalam kudeta dan menyatakan militer harus memulihkan ketertiban dan mendorong reformasi dua hari setelah ia mengumumkan darurat militer. (REUTERS/Athit Perawongmetha)
Bangkok (ANTARA News) - Junta Thailand pada Jumat menyatakan telah menangkap pemimpin anti-kudeta yang menentang pengambilalihan kekuasaan militer.
Sombat Boonngamanong yang melancarkan kampanye dalam jaringan untuk menggelar aksi massa ilegal menentang pengambilalihan kekuasaan oleh militer ditahan pada Kamis malam (5/6) di Provinsi Chonburi di tenggara Bangkok, kata jurubicara militer Sirichan Ngathong.
"Kami punya tim yang melacak keberadaannya melalui internet," katanya seperti dilansir kantor berita AFP.
Menurut dia, Sombat Boonngamanong menghadapi tuntutan melanggar perintah untuk melapor ke junta, sebuah tuntutan yang bisa menyebabkan dia mendapat hukuman penjara dua tahun.
Sombat merupakan satu dari ratusan orang --termasuk politisi, pegiat, akademisi, dan jurnalis-- yang dipanggil oleh militer menyusul kudeta pada 22 Mei.
Mereka yang memenuhi panggilan ditahan di lokasi rahasia selama lebih dari seminggu dan diperintahkan untuk meninggalkan aktivitas politik.
Sombat, yang merupakan tokoh pegiat pro-demokrasi, menolak menyerahkan diri, bahkan mengunggah sebuah pesan di Facebook yang mengatakan: "Tangkap aku kalau bisa."
Sejak saat itu ia mendesak para pengikutnya untuk menggelar demonstrasi damai, dan memberikan salam tiga jari yang ditirunya dari film "The Hunger Games", yang kemudian menjadi simbol penentangan terhadap junta.
Seorang pejabat militer mengatakan Sombat akan ditahan di salah satu fasilitas militer selama lebih dari seminggu.
"Selama masa itu pihak militer akan menanyakan kepadanya mengenai gerakan dia, sikap dan hasutannya," kata pejabat tersebut, yang menolak disebutkan namanya.
Setelah itu Sombat akan dimintai keterangan oleh polisi dan dihadapkan ke pengadilan militer, imbuh dia.
Pegiat tersebut merupakan pemimpin faksi gerakan "Baju Merah" yang mendukung mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra dan saudara perempuannya Yingluck yang digulingkan bulan lalu.
Menteri ditahan
Seorang menteri dalam kabinet terguling Yingluck yang menolak memenuhi panggilan militer juga ditahan saat tengah melakukan konferensi pers bulan lalu dan dihadapkan ke pengadilan militer.
Jika terbukti bersalah, mantan menteri pendidikan Chaturon Chaisang akan dipenjara. Ia membuat jumpa pers untuk mengkrtik kudeta beberapa menit sebelum ia ditahan. Chaturon dijadwualkan mengikuti sidang kedua pada Jumat.
Yingluck pun dipanggil dan ditahan sementara di lokasi yang tak disebutkan setelah kudeta tersebut.
Junta menyatakan ia telah dibebaskan dan diizinkan pulang ke rumah meski masih berada di bawah pengawasan militer. Sejak saat itu Yingluck tidak pernah muncul di depan publik.
Yingluck menghadapi unjuk rasa oposisi selama hampir tujuh bulan yang kemudian berakhir dengan kudeta. Penembakan dan serangan granat terkait aksi unjuk rasa itu telah menewaskan 28 orang dan ratusan lainnya terluka, termasuk pengunjuk rasa oposisi.
Junta memberlakukan darurat militer, menyensor media dan memberlakukan jam malam sebagai bagian dari upaya untuk mengakhiri kemelut politik yang sudah berjalan selama bertahun-tahun.
Mereka unjuk kekuatan militer sepanjang akhir pekan lalu dengan mengerahkan tentara untuk membubarkan aksi-aksi kecil anti-kudeta di luar pusat-pusat perbelanjaan dan dekat stasiun kereta di Bangkok
Para kritikus menilai kudeta tersebut merupakan dalih untuk merebut kekuasaan yang telah direncanakan sejak lama oleh pendukung kerajaan yang dibekingi militer, untuk menghilangkan pengaruh politik Thaksin yang juga dikudeta oleh militer pada 2006.
Saat ini Thaksin tinggal di Dubai untuk menghindari hukuman penjara karena korupsi.
Thaksin dan sekutu-sekutunya memenangi setiap pemilu selama lebih dari satu dekade, dengan dukungan kuat dari wilayah utara Thailand, termasuk dalam pemilu 2011 yang dimenangi Yingluck.
Junta mengatakan pemilu tidak akan digelar setidaknya sampai setahun ke depan untuk memberi peluang dijalankannya reformasi politik, termasuk pembuatan rancangan konstitusi baru, meski masyarakat internasional mengimbau negara tersebut untuk kembali ke demokrasi.
(Uu.S022)
Sombat Boonngamanong yang melancarkan kampanye dalam jaringan untuk menggelar aksi massa ilegal menentang pengambilalihan kekuasaan oleh militer ditahan pada Kamis malam (5/6) di Provinsi Chonburi di tenggara Bangkok, kata jurubicara militer Sirichan Ngathong.
"Kami punya tim yang melacak keberadaannya melalui internet," katanya seperti dilansir kantor berita AFP.
Menurut dia, Sombat Boonngamanong menghadapi tuntutan melanggar perintah untuk melapor ke junta, sebuah tuntutan yang bisa menyebabkan dia mendapat hukuman penjara dua tahun.
Sombat merupakan satu dari ratusan orang --termasuk politisi, pegiat, akademisi, dan jurnalis-- yang dipanggil oleh militer menyusul kudeta pada 22 Mei.
Mereka yang memenuhi panggilan ditahan di lokasi rahasia selama lebih dari seminggu dan diperintahkan untuk meninggalkan aktivitas politik.
Sombat, yang merupakan tokoh pegiat pro-demokrasi, menolak menyerahkan diri, bahkan mengunggah sebuah pesan di Facebook yang mengatakan: "Tangkap aku kalau bisa."
Sejak saat itu ia mendesak para pengikutnya untuk menggelar demonstrasi damai, dan memberikan salam tiga jari yang ditirunya dari film "The Hunger Games", yang kemudian menjadi simbol penentangan terhadap junta.
Seorang pejabat militer mengatakan Sombat akan ditahan di salah satu fasilitas militer selama lebih dari seminggu.
"Selama masa itu pihak militer akan menanyakan kepadanya mengenai gerakan dia, sikap dan hasutannya," kata pejabat tersebut, yang menolak disebutkan namanya.
Setelah itu Sombat akan dimintai keterangan oleh polisi dan dihadapkan ke pengadilan militer, imbuh dia.
Pegiat tersebut merupakan pemimpin faksi gerakan "Baju Merah" yang mendukung mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra dan saudara perempuannya Yingluck yang digulingkan bulan lalu.
Menteri ditahan
Seorang menteri dalam kabinet terguling Yingluck yang menolak memenuhi panggilan militer juga ditahan saat tengah melakukan konferensi pers bulan lalu dan dihadapkan ke pengadilan militer.
Jika terbukti bersalah, mantan menteri pendidikan Chaturon Chaisang akan dipenjara. Ia membuat jumpa pers untuk mengkrtik kudeta beberapa menit sebelum ia ditahan. Chaturon dijadwualkan mengikuti sidang kedua pada Jumat.
Yingluck pun dipanggil dan ditahan sementara di lokasi yang tak disebutkan setelah kudeta tersebut.
Junta menyatakan ia telah dibebaskan dan diizinkan pulang ke rumah meski masih berada di bawah pengawasan militer. Sejak saat itu Yingluck tidak pernah muncul di depan publik.
Yingluck menghadapi unjuk rasa oposisi selama hampir tujuh bulan yang kemudian berakhir dengan kudeta. Penembakan dan serangan granat terkait aksi unjuk rasa itu telah menewaskan 28 orang dan ratusan lainnya terluka, termasuk pengunjuk rasa oposisi.
Junta memberlakukan darurat militer, menyensor media dan memberlakukan jam malam sebagai bagian dari upaya untuk mengakhiri kemelut politik yang sudah berjalan selama bertahun-tahun.
Mereka unjuk kekuatan militer sepanjang akhir pekan lalu dengan mengerahkan tentara untuk membubarkan aksi-aksi kecil anti-kudeta di luar pusat-pusat perbelanjaan dan dekat stasiun kereta di Bangkok
Para kritikus menilai kudeta tersebut merupakan dalih untuk merebut kekuasaan yang telah direncanakan sejak lama oleh pendukung kerajaan yang dibekingi militer, untuk menghilangkan pengaruh politik Thaksin yang juga dikudeta oleh militer pada 2006.
Saat ini Thaksin tinggal di Dubai untuk menghindari hukuman penjara karena korupsi.
Thaksin dan sekutu-sekutunya memenangi setiap pemilu selama lebih dari satu dekade, dengan dukungan kuat dari wilayah utara Thailand, termasuk dalam pemilu 2011 yang dimenangi Yingluck.
Junta mengatakan pemilu tidak akan digelar setidaknya sampai setahun ke depan untuk memberi peluang dijalankannya reformasi politik, termasuk pembuatan rancangan konstitusi baru, meski masyarakat internasional mengimbau negara tersebut untuk kembali ke demokrasi.
(Uu.S022)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014
Tags: