Jakarta (ANTARA) - Visi pertahanan Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam Asta Cita mengolaborasikan faktor kemandirian dan kedaulatan ekonomi sebagai bagian integral dalam sistem pertahanan nasional.

Dalam butir kedua Asta Cita tercantum: “Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.” Tampak kedaulatan pertahanan didesain beriringan dengan kedaulatan ekonomi.

Menghubungkan antara pertahanan dengan sektor lain bukan wacana baru di Indonesia. Bangsa ini telah mengenal Sishankamrata (Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta), yang konsep dasarnya adalah melibatkan rakyat semesta, sumber daya manusia, dan alam dalam menghadapi ancaman terhadap keselamatan bangsa dan negara.

Konsep ini acap kali dimaknai sebagai keterlibatan rakyat dalam peperangan melawan musuh.

Penyempitan makna ini dipengaruhi oleh dua hal. Pertama, sejarah mencatat bahwa rakyat dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) saling bergotong royong melawan gempuran Belanda dalam Agresi Militer 1 dan Agresi Militer 2. Kedua, pada masa Orde Baru, militer terlibat langsung dengan menduduki sejumlah jabatan-jabatan sipil yang pada masa reformasi pengisian jabatan tersebut dibatasi.

Karena benchmark gotong royong sekaligus kekhawatiran terhadap dwifungsi TNI inilah yang kemudian mempersempit makna Sishankamrata. Menafsirkan ulang terhadap konsep ini seolah menjadi tabu. Namun demikian, perkembangan zaman tidak bisa ditolak. Dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia definisi Sishankamrata mulai diperluas dalam kategori Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

OMSP dilaksanakan melalui sinergi TNI dengan lembaga-lembaga lain, seperti Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), dan sejumlah Kementerian/Lembaga lainnya.

Kini, perluasan makna Sishankamrata memperoleh tantangan baru dengan munculnya keterhubungan antara pertahanan dengan sektor kemandirian dan ekonomi nasional. Bagaimana pertahanan dan ekonomi berkontribusi dalam membangun kedaulatan sebuah negara?

Dalam konsep negara paling tradisional sekalipun, posisi pertahanan dan ekonomi selalu saling berkaitan satu sama lain. Adam Smith dalam "The Wealth of Nation" (1776), menyebutkan tiga fungsi minimal Pemerintah untuk menjamin pasar ekonomi yang sehat, yaitu fungsi pertahanan keamanan, fungsi penegakan hukum, dan fungsi pelayanan publik. Ketiganya dikelola negara dalam bentuk barang publik yang semua orang dapat mengakses dan memperoleh manfaat.

Kuatnya ekonomi bisa dimanfaatkan Pemerintah untuk menggunakan sumber daya demi mencukupi kebutuhan anggaran pertahanan. Anggaran ini meliputi biaya pembangunan infrastruktur militer, angkatan bersenjata, insentif personel militer, dan sebagainya.

Pertahanan yang kuat satu negara berpengaruh terhadap terbentuknya ekonomi yang stabil yang berdampak pada terciptanya stabilitas masyarakat. Sebaliknya, masyarakat yang stabil cenderung minim konflik sehingga pertahanan satu negara semakin kuat.

Gencarnya perang dagang antara Amerika Serikat-China disusul dengan saling gertak militer antarkeduanya di wilayah Asia Pasifik, khususnya di Laut China Selatan, menunjukkan betapa ekonomi dan pertahanan militer bisa saling menopang satu sama lain.

Secara ekonomi, China perlahan menduduki posisi kedua dalam ekonomi global dengan PDB 17,7 triliun USD, tepat di bawah Amerika Serikat di posisi pertama dengan nilai 26,9 Triliun USD (2023). Pertumbuhan ekonomi kedua negara ini konsisten dengan peringkat kekuatan militer. China berada pada posisi ketiga dan Amerika Serikat pada posisi pertama menurut Global Fire Power Index 2024.

Pertahanan yang kuat terletak pada ekonomi yang bertumbuh. Ekonomi yang kuat muncul dalam iklim pertahanan negara yang kokoh. Keterkaitan yang erat antara pertahanan ekonomi inilah yang hendak diberikan nilai lebih dalam Visi Asta Cita dengan “kemandirian” dan “pemanfaatan potensi lokal” sehingga terbangun ekonomi hijau, ekonomi biru, dan ketahanan pangan.

Lalu bagaimana keterhubungan TNI dengan sumberdaya yang hendak dibangun secara mandiri dan memanfaatkan potensi lokal ini? Dalam pandangan penulis, setidaknya ada tiga aspek penting dalam TNI untuk membumikan visi pertahanan Asta Cita dalam strategi TNI.

Pertama, perubahan kebijakan struktural. Kita tahu bahwa agar TNI dapat melaksanakan tugasnya harus didukung dengan logistik yang kuat. Untuk melaksanakan operasi militer, baik operasi perang maupun operasi selain perang, keperluan akomodasi mutlak dibutuhkan. Barang-barang seperti makanan, minuman, pakaian, alat-alat bertahan hidup, perumahan, dan sebagainya sebisa mungkin memaksimalkan penyerapan dari unsur lokal, mulai bahan mentah, produksi pengolahan, hingga barang jadi.

Demikian dengan persenjataan. Ada sejumlah senjata yang memang tidak bisa diproduksi di dalam negeri karena keterbatasan sumberdaya. Akan tetapi penggunaan persenjataan yang diproduksi lokal oleh PT Pindad, PT PAL, dan industri pertahanan lainnya dapat dimaksimalkan penggunaannya dalam skala prioritas tinggi. Barangkali sejumlah senjata memang diimpor dari negara lain, tapi peluru, sekrup dan pernya, diupayakan berasal dari dalam negeri.

Dengan kebijakan penyerapan produk lokal ini, diharapkan akan terjadi dampak ekonomi dari kegiatan militer. Di masa mendatang, dengan pasar yang bertumbuh, inovator dalam negeri dapat mengembangkan produk-produk baru untuk militer yang bahannya berasal dari alam sekitar yang lebih ramah lingkungan. Berorientasi ekonomi hijau dan ekonomi biru.

Hal lain yang perlu diperkuat dalam kebijakan struktural TNI adalah mengembangkan wawasan lingkungan dan perspektif keahlian pengembangan pangan mandiri level mikro. Kuatnya perspektif lingkungan diharapkan akan membangun sensitivitas prajurit TNI terhadap lingkungan pada saat operasi di lapangan.

Kedua, perubahan postur fungsional. Ekonomi hijau dan ekonomi biru memiliki karakteristik penggunaan lahan yang luas dan terbuka. Di sisi lain, bisnis ini mensyaratkan keramahan lingkungan, baik pada proses perencanaan, proses produksi dan pemasaran.

Selain membutuhkan kerangka kepastian hukum yang kuat, hal lain yang dihadapi dalam bisnis ini adalah munculnya gangguan tidak terduga terhadap operasi bisnis. Termasuk pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh pelaku produksi itu sendiri.

Peningkatan postur fungsional TNI dimaksudkan untuk menjamin keamanan lahan dari gangguan terhadap operasi produksi dalam konteks ekonomi hijau dan ekonomi biru. Isu kritis dalam hal ini adalah soal kesetaraan akses terhadap bantuan pengamanan dan keberpihakan yang berimbang ketika terjadi konflik antara pelaku usaha dengan masyarakat sekitar.

Ketiga, peningkatan aspek diplomasi untuk mempromosikan produk dalam negeri dalam barang-barang militer. TNI punya seragam, senjata, logistik, dan barang lainnya. Itu semua adalah material diplomasi penting untuk menunjukkan kualitas dan kemajuan ekonomi nasional.

Pada saat Kontingen Garuda dikirim sebagai Pasukan Perdamaian atau di tengah pameran militer lokal, regional maupun global, itulah momentum yang tepat untuk menunjukkan bahwa kemandirian dan swasembada nasional telah menjadi komitmen dengan kualitas produk yang tinggi.

Dengan demikian, visi Presiden terpilih bukan sesuatu yang sifatnya sempit dan terbatas. Ia harus mampu diterjemahkan dalam berbagai bidang. Kebijakannya yang didesain secara sinergis menghasilkan pula sinergi di tingkat pelaksanaan.

Pada Hari Ulang Tahun Ke-79 TNI ini, diusung tema “TNI Modern Bersama Rakyat Siap Mengawal Suksesi Kepemimpinan Nasional untuk Indonesia Maju,” memperlihatkan bahwa TNI tak hanya memperkuat kelembagaan dari dalam dengan modernisme dan adaptasi siber. Lebih dari itu, TNI menunjukkan komitmennya untuk kolaborasi bersama rakyat dan mendukung rencana kerja Presiden terpilih demi mencapai Indonesia Maju. Langkah selanjutnya adalah membumikan visi pertahanan Presiden terpilih untuk kedaulatan pertahanan, kedaulatan ekonomi, dan kedaulatan nasional.

Dengan menyatukan kekuatan dari berbagai sisi, membangun sinergi dengan seluruh elemen bangsa, diharapkan mampu mengantarkan kita untuk mengolah potensi unggulan nasional guna membangun kekuatan nasional yang kuat dan tangguh demi mewujudkan Indonesia Emas 2045. Selamat HUT Ke-79 dan Dirgahayu TNI.

*) Ngasiman Djoyonegoro adalah Analis Intelijen, Pertahanan dan Keamanan, Direktur Eksekutif Center of Intelligence and Strategice Studies
​​​​​​​

Editor: Achmad Zaenal M
​​​​​​​