Jakarta (ANTARA) - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Muhammad Reza Cordova memperingatkan bahwa mikroplastik sudah ditemukan di hampir semua ekosistem mulai dari perairan hingga pegunungan dengan kelimpahan yang beragam.

"Jadi di Indonesia itu memang seluruh bagian ekosistem mulai dari air, tanah, udara, air tawar, lautan terdalam, gunung tertinggi itu semua sudah terkontaminasi mikroplastik," ujar Peneliti Pusat Riset Oseanografi BRIN Reza dalam diskusi daring BRIN yang dipantau dari Jakarta, Jumat.

Dia menjelaskan mikroplastik di lingkungan sendiri merupakan hasil sampah plastik yang terdegradasi dan tidak dikelola dengan baik, baik dibuang secara sembarangan maupun hasil pengelolaan yang tidak tepat seperti dimusnahkan dengan proses pembakaran.

Kandungan mikroplastik yang bocor ke lingkungan dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui ikan atau hewan air lain yang dikonsumsi selain juga lewat pernapasan dan paparan terhadap benda plastik yang mengalami proses pelapukan atau degradasi perlahan.

Baca juga: Peneliti BRIN: Sampah plastik di laut berdampak pada ekonomi

Baca juga: Peneliti: Penting kelola sampah plastik hindari dampak ke lingkungan


Menurutnya, 75 persen dari sampel biota air, tanah dan udara dari penelitian terkait mikroplastik sampai dengan 2024 memperlihatkan kandungan mikroplastik.

Selain itu, permodelan penyebaran mikroplastik di permukaan air laut wilayah Asia Tenggara memperlihatkan bahwa semakin dekat dengan arah aktivitas penduduk maka semakin tinggi pula mikroplastik yang lepas ke lautan.

Kelimpahan mikroplastik juga beragam, mulai dari 0,1 sampai 11 juta partikel mikroplastik per 1.000 liter air, 3 sampai 50.000 partikel per kilogram tanah dan 0,1 sampai 65 partikel per individu produk perikanan.

"Dari sekitar 109 negara, negara Asia Tenggara termasuk yang paling banyak 'mengonsumsi' mikroplastik," jelasnya.

Namun, meski jumlah penggunaan produk plastik Indonesia lebih rendah dibandingkan negara tetangga yaitu 22,5 kilogram per kapita, lebih sedikit dibandingkan Singapura lebih dari 100 kilogram dan Malaysia 80 kilogram, tapi atribusi sampah plastik yang bocor ke lautan diperkirakan lebih besar.

Menurut Reza, hal itu terkait erat dengan pengelolaan sampah di Indonesia yang masih belum optimal, termasuk masih maraknya praktik pembakaran sampah secara terbuka oleh masyarakat.

Untuk itu, dia mendorong pengelolaan sampah plastik yang lebih baik dan pengurangan produksi plastik sekali pakai yang masih terjadi saat ini.*

Baca juga: Peneliti BRIN soroti urgensi penanganan sampah puntung rokok

Baca juga: Kemenkes: Studi epidemiologis mikroplastik pada kesehatan masih minim