Maiduguri, Nigeria (ANTARA News) - Sebanyak 45 orang tewas diduga oleh orang-orang bersenjata Boko Haram, yang berpura-pura menjadi pengkhotbah di satu desa dekat rumah spiritual kelompok itu, di Nigeria timur laut, kata dua warga, Kamis.

Serangan itu terjadi pada sekitar pukul 21.30 waktu setempat, Rabu di Barderi, di pinggiran Maiduguri, dan melihat pemberontak menipu penduduk setempat untuk berkumpul sebelum menembaki kerumunan.

Khotbah keliling biasa di Nigeria utara yang berpenduduk terutama Muslim dan ulama palsu dilaporkan mengatakan kepada penduduk desa bahwa mereka telah datang untuk menunjukkan mereka "ke jalan yang benar ".

Mallam Bunu, yang selamat dari serangan itu, mengatakan: "Saya menghitung 45 mayat setelah penyerang meninggalkan desa.

"Mereka datang ke desa kami ... dan berbohong kepada kami bahwa mereka telah datang untuk berkhotbah kepada kami, dan ketika hampir semua penduduk desa telah berkumpul, satu sekelompok pemberontak muncul entah dari mana dan menembaki jamaah sebelum kita semua berlari untuk menyelamatkan diri."

Korban lain, Kallamu Bukar, mengatakan: "Ketika kami berkumpul, satu kelompok pemberontak muncul entah dari mana dan bergabung mereka yang menyamar sebagai pengkhotbah."

"Mereka menembaki jamaah. Para penyerang juga membakar beberapa rumah, toko-toko dan barang pribadi lainnya."

Serangan itu terjadi setelah Boko Haram bersenjata mengamuk di empat desa di Kabupaten Gwoza di negara bagian Borno, Selasa.

Seorang anggota parlemen lokal menggambarkan serangan, yang dilakukan Rabu, sebagai "besar-besaran", sementara tokoh masyarakat setempat mengatakan ratusan orang mungkin telah tewas.

Sejumlah pria bersenjata juga membakar sebuah gereja Katolik Roma dan kantor pemerintah daerah di Madagali, di negara bagian tetangga Adamawa Kamis pagi.

Negara bagian Borno, Adamawa dan Yobe telah berada di bawah keadaan darurat sejak Mei tahun lalu, tetapi keuntungan awal jelas memaksa Boko Haram keluar dari pusat perkotaan yang tampaknya telah hilang.

Serangan sekarang terjadi hampir setiap hari di wilayah perbatasan terpencil, semakin meningkat terhadap warga sipil, sering karena persepsi bahwa kelompok lokal membantu militer.

(H-AK)