Jakarta (ANTARA) -
Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Eliasta Sembiring Meliala menyebutkan pendataan transaksi keuangan dapat mencegah terjadinya tindakan pencucian uang.

"Dengan pendataan ini akan memudahkan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) melacak transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan, " kata Adrianus saat memaparkan hasil kajian UI terkait pentingnya pendataan transaksi ekonomi dengan mencegah terjadinya tindak pidana di Polsek Pasar Minggu, Kamis.

Baca juga: Pakar Kriminologi UI optimis pasal terkait kohabitasi tak langgar HAM

Menurut dia dengan pendataan transaksi keuangan maka bisa mencegah tindak pidana mulai dari pencucian uang (TPPU) hingga pendanaan terorisme.

Adrianus mengatakan banyak aktivitas ekonomi lokal yang saat ini belum terdata atau disebut sebagai underground economy.
"Padahal, penerapan transaksi ekonomi terdata ini terbilang mudah. Misalnya dengan menerapkan metode pembayaran menggunakan sistem perbankan seperti transfer atau QRIS, " katanya.

Baca juga: Kriminolog: Tergiur materi, perempuan bisa jadi pelaku kejahatan besar
Dengan menggunakan metode itu, maka seluruh transaksi keuangan akan tercatat dalam sistem perbankan.

"Jadi kalau kita beli sesuatu enggak tercatat, enggak bayar pajak, maka yang tahu hanya kita berdua yaitu penjual dan pembeli," katanya.

Adrianus juga menjelaskan transaksi ekonomi tak terdata itu bisa menjadi celah atau pintu masuk terjadinya tindak pidana. Apalagi, transaksi semacam ini juga tak bisa dilacak oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Baca juga: Pakar Kriminologi UI optimis pasal terkait kohabitasi tak langgar HAM

"Dengan pendataan ini akan memudahkan PPATK dalam melacak transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan, titik temunya dengan PPATK, harapannya agar studi ini juga membantu mereka agar dari praktik-praktik ekonomi lokal tidak menjadi perantara bagi kegiatan pencucian uang," ucapnya.
Adrianus juga menyebutkan selama ini PPATK baru menjangkau transaksi keuangan bernilai besar. Padahal, transaksi keuangan bernilai kecil semestinya juga harus diawasi.

"Selama ini PPATK mainnya gede-gede, angka-angka miliaran, padahal yang miliaran itu bersumber dari kecil-kecil, bersumber, berawal dan berakhir, maka menjadi penting untuk PPATK turun ke bawah, ke akar rumput, ke ekonomi lokal dengan menyadari bahwa mereka belum menyentuh ke ekonomi terdata itu," tuturnya.

Sementara itu Kapolsek Pasar Minggu Kompol Anggiat Sinambela berharap kajian atau penelitian dari UI ini bisa menjadi pembelajaran bagi warga Pasar Minggu, khususnya para pedagang.

"Siapa yang tidak mengikuti, sekarang ini sudah harus punya rekening, kalau tidak mesti ketinggalan, sama dengan pembayaran QRIS, itu pasti ketinggalan, karena itu sekarang lagi naiknya untuk urusan perbankan, itu harapannya," ucap dia.

Lebih lanjut, Anggiat menyampaikan sejauh ini pihaknya belum menemukan indikasi ada transaksi ekonomi di wilayah Pasar Minggu yang terkait TPPU maupun pendanaan teroris.

"Belum ada indikasi, itu hanya mengaitkan dengan kejadian di tempat lain, kalau di sini kan mereka berjibaku untuk hidup dari jam 11 malam sampai jam 5 pagi, itu mereka tiap hari" ujarnya.

Dalam kajian itu, sampel yang diambil adalah soal aktivitas ekonomi di wilayah Pasar Minggu, hasil dari kajian tersebut menunjukkan ada 44 persen pedagang yang belum menerapkan sistem transaksi tercatat.