Jakarta (ANTARA News) - Direksi BUMN diharapkan tidak perlu lagi khawatir menjalankan roda perusahaan jika dalam pengambilan keputusan sudah sesuai dengan konsep Business Judgment Rule (BJR), yang didasari pada prinsip tata kelola perusahaan (good corporate governance/GCG).
"Jika direksi BUMN sudah menerapkan BJR dengan prinsip kehati-hatian dan memahami risiko, maka direksi BUMN jangan takut karena sudah dilindungi BJR," kata Dirut Perum Peruri, Dr Prasetio, dalam peluncuran bukunya berjudul, "Dilema BUMN: Benturan Penerapan BJR dalam Keputusan Bisnis Direksi BUMN," di Jakarta, Rabu malam.
Hadir dalam peluncuran buku tersebut, sejumlah tokoh penting seperti Menter Hukum dan HAM Amir Syamsudin, Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung, begawan bankir dan mantan Dirut Garuda Indonesia Robby Djohan, Guru Besar FH UGM Nindyo Pramono, mantan Menteri BUMN Mustafa Abubakar, Anggota DPR-RI Airlangga Hartarto.
Menurut Prasetio, selama ini beberapa kasus hukum yang menimpa sejumlah direksi BUMN selalu dikaitkan dengan adanya kerugian yang dialami oleh BUMN sebagai akibat keputusan bisnis yang mereka lakukan.
"Hal ini yang membuat para direksi tidak berani memutuskan sesuatu yang strategis, sehingga membuat BUMN sulit untuk mengembangkan diri yang mengakibatkan selalu tertinggal dibanding perusahaan swasta sejenis," ujarnya.
Di satu sisi BUMN disuruh mengembangkan diri secara optimal dengan target yang diberikan pemegang saham, namun di sisi lain harus berhadapan dengan risiko kemungkinan konsekuensi hukum bila dalam keputusannya berakibat adanya kerugian.
Padahal tambah Prasetio, UU Perseroan Terbatas pasal 97 ayat (5), diatur mengenai doktrin BJR yang memberi "perlindungan" pada direksi dari pertanggungjawaban atas setiap tindakan yang mengakibatkan timbulnya kerugian perseroan.
Dicontohkan, sejumlah direksi tersandera karena menjadi tersangka atas kasus yang diputuskan, padahal kebijakan yang dijalankan sudah sesuai arahan sekaligus mendapat pemegang saham. Seperti yang terjadi pada kasus dugaan korupsi di tubuh PT Merpati Nusantara Airlines beberapa tahun lalu.
Atas fenomena itulah, Prasetio sebagai praktisi yang berkarier di dunia korporasi swasta dan BUMN, tergelitik mengangkat masalah ini dalam disertasinya guna menyelesaikan studi S3 di Fakultas Hukum UGM, pada 21 September 2013 dengan predikat "cum laude".
Disertasi yang kemudian dituangkan dalam buku setebal 484 halaman ini pun mendapat sambutan dari sejumlah tokoh.
Pelaku usaha dan BUMN
Mantan Dirut Bank Mandiri, Bank Niaga dan Garuda Indonesia, Robby Johan, mengatakan sangat memahami "kerisauan" Prasetio soal BUMN saat ini dan di masa datang karena acapkali direksi dihadapkan pada situasi dilematis yang menimbulkan keraguan dalam pengambilan keputusan.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowadojo menuturkan, bahwa dalam hukum bisnis, doktrin BJR ini seharusnya dapat memberikan perlindungan hukum kepada direksi dalam mengambil keputusan yang dilandasi "prudent, utmost good faith, responsibility, dan accountability".
Adapun Guru Besar FH UGM Prof Dr Nindyo Pramono, yang juga promotor doktor Prasetio mengatakan, buku ini sangat bermanfaat bagi pelaku usaha dan manajemen BUMN sebagai bentuk rujukan dalam menjalankan roda perusahaan.
Prasetio kelahiran Surabaya, 23 November 1960 ini, pertama berkarir sebagai bankir pada Bank Niaga pada usia 28 tahun.
Pada tahun 1994-1999 ia menjabat Vice President Credit Policy & Administration Group Head.
Selanjutnya tahun 1999-2001 dipercaya menjadi Senior VP Risk Management Head Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) merangkap Wakil Presiden Komisaris PT Bank Prima Ekspress, Direktur Keuangan Bank Danamon 2002-2004.
Pada tahun 2006 bergabung dengan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, dan selanjutnya menjabat Direktur Compliance & Risk Management periode 2007-2012.
Sejak Oktober 2012 hingga saat ini, Prasetio dipercaya tetap berkarir di BUMN sebagai Dirut Perum Peruri. (*)
Dirut Peruri: saatnya direksi BUMN terapkan "BJR"
4 Juni 2014 23:56 WIB
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: