Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia mendesak adanya revisi kebijakan Regulasi Anti-Deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation Regulation (EUDR).

Kebijakan itu rencananya bakal ditunda selama satu tahun, sebagaimana yang diumumkan oleh Komisi Eropa. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, penundaan itu merupakan hasil desakan Indonesia, bipartisan dari Amerika Serikat di kongres maupun senat, kanselir Jerman, dan Sekretaris Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

“Bagi Indonesia, yang penting adalah implementasi kebijakannya, bukan hanya sekadar ditunda,” kata Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis.

Indonesia sejak tahun lalu telah meminta agar implementasi kebijakan EUDR dibahas bersama, hingga akhirnya dibentuk joint task force (JTF) yang melibatkan Indonesia, Uni Eropa, dan Malaysia.

Airlangga menyebut Indonesia memiliki sejumlah kekhawatiran dengan regulasi tersebut, salah satunya mengenai keinginan Uni Eropa agar Indonesia memberikan geo-location secara rinci.

Padahal, Indonesia telah mempunyai dashboard nasional untuk mengecek komoditas yang juga bisa diakses oleh Uni Eropa. Namun, mereka tetap meminta detail geo-location.

“Kalau negara kita diakses secara koordinat oleh orang luar, ini kan masalah keamanan. Itu yang kita keberatan. Kita sudah punya pola, tapi mereka juga masih keberatan dengan pola yang kita buat,” ujar Airlangga.

Indonesia juga mengkhawatirkan Uni Eropa yang seolah berperan sebagai lembaga pemeringkat (rating agency). Padahal, peran itu telah dijalankan oleh lembaga-lembaga lain yang memang bergerak di bidang pemeringkatan.

Isu lain yang juga dikhawatirkan adalah soal standardisasi. Airlangga mengatakan Indonesia telah memiliki standar keberlanjutan yang disebut Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), Malaysia memiliki Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO), dan Eropa ada Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Namun, EUDR tidak mau mengakui standar lain.

“Jadi, itu tiga isu yang terus diperjuangkan oleh Indonesia dan Malaysia dalam JTF,” tuturnya.

Jika sesuai rencana awal, ketentuan EUDR akan mulai berlaku 30 Desember 2024. Regulasi tersebut akan melarang penjualan produk turunan hasil hutan apabila perusahaan tidak dapat membuktikan bahwa barang mereka tidak terkait dengan deforestasi.

Baca juga: Pemerintah sebut penerapan EUDR berpotensi tertunda satu tahun
Baca juga: PTPN I Regional 5 perdana ekspor 40,5 ton karet standar EUDR ke AS