Jakarta (ANTARA) - Perum Bulog menyebut inovasi teknologi dan efisiensi model bisnis sangat dibutuhkan untuk membangun masa depan pertanian berkelanjutan.

Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Bulog Sonya Mamoriska Harahap menyampaikan lahan pertanian makin terkonversi akibat perubahan iklim, dan kurangnya minat generasi muda untuk menjadi petani.

Menurutnya, teknologi dan efisiensi model bisnis dapat menciptakan pasar baru dan berkelanjutan yang sangat dibutuhkan.

"Menghadapi beragam tantangan untuk mewujudkan ketahanan pangan, seperti isu geopolitik dan perubahan iklim, dibutuhkan solusi yang melibatkan kecanggihan teknologi seperti kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), yang bisa digunakan untuk melihat pola tanam maupun panen," ujar Sonya melalui keterangan di Jakarta, Kamis.

Sonya mengatakan Perum Bulog konsisten untuk terus mendukung terobosan-terobosan untuk melakukan mitigasi terhadap resiko yang dihadapi oleh rantai pasok pangan seperti krisis iklim, volatilitas pasar maupun ketegangan geopolitik.

"Kemajuan teknologi membuat kami bisa melakukan perencanaan jangka panjang, tentunya berkolaborasi dengan para pemegang data dari pemerintah seperti Bapanas, Departemen Pertanian, maupun BPS, sehingga dapat tercipta pengaplikasian teknologi berbasis AI guna mewujudkan neraca pangan yang berimbang," kata Sonya.

Profesor dari Divisi Ekonomi Sumber Daya Alam Kyoto University Kei Kajisa mengatakan teknologi pada industri pertanian di Jepang telah membantu meningkatkan kualitas beras dan mengurangi 20 persen sampai 30s persen gas metana yang diproduksi pada lahan pertanian, sehingga membantu mengurangi emisi karbon.

Teknologi yang digunakan di negara Jepang seperti Automate Waiting and Dry (AWD), maupun sensor yang dapat mengukur kadar air pada tanaman padi, membuat industri pertanian di Jepang dapat tetap memenuhi target produksi walaupun banyak generasi muda di Jepang yang datang dari keluarga petani, memilih beralih profesi dan pindah ke perkotaan.

Berdasarkan Sensus Pertanian 2023 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah petani muda (berusia 19-39 tahun) di Indonesia mencapai sekitar 6,18 juta orang, yang mewakili sekitar 21,93 persen dari seluruh jumlah petani di negara ini.

Sementara itu, Komunitas Petani Muda Keren yang tumbuh secara organik dan berada di berbagai provinsi di Indonesia, berhasil menarik minat kaum muda yang rata-rata berusia 35 sampai dengan 50 tahun, untuk turut membangun masa depan pertanian berkelanjutan dengan menerapkan penggunaan teknologi.

Penggunaan teknologi canggih seperti smart irrigation system, sensoring, dan drone spraying membantu para petani untuk meningkatkan hasil pertaniannya, sehingga bisa mendapatkan pendapatan tetap baik secara harian, bulanan maupun tahunan.

"Dengan memanfaatkan teknologi, petani dapat mengoptimalkan lahan pertaniannya dan meningkatkan hasil panen secara signifikan. Bantuan kecanggihan teknologi membuat para petani bisa melakukan usaha lainnya yang menunjang industri pertanian," kata pendiri Komunitas Petani Muda Keren AA Gede Agung Wedhatama.

Baca juga: Jokowi akan bisiki Prabowo untuk lanjutkan bantuan beras ke rakyat
Baca juga: Presiden pastikan ketersediaan beras aman hingga akhir 2024
Baca juga: Bulog pastikan beras bantuan pangan berkualitas baik