Penelitian baru dari para peneliti Universitas Pennsylvania di Philadelphia, Amerika Serikat, itu mengungkapkan, orang lebih mungkin bunuh diri pada malam hari dibandingkan siang hari.
Lebih jauh studi ini menemukan, kasus bunuh diri lebih sering terjadi antara tengah malam hingga pukul 04.00 pagi, dibandingkan pada siang, sore, atau malam hari.
Para peneliti meyakini, banyaknya kasus bunuh diri pada tengah malam hingga dini hari mungkin dipicu oleh insomnia dan mimpi buruk.
Peneliti dari Universitas Pennsylvania itu menemukan angka bunuh diri rata-rata per jam adalah 10 persen setelah tengah malam, dan melonjak hingga16 persen pada pukul 02.00 - 02.59 pagi.
Sebaliknya, angka bunuh diri rata-rata per jam hanya dua persen pada pukul 06.00 pagi hingga 23.59 malam.
Ketika peneliti memeriksa rentang enam jam, frekuensi kasus bunuh diri antara tengah malam hingga pukul 05.59 pagi, ternyata tingkatnya 3,6 kali lebih tinggi dari yang diperkirakan.
"Hasil ini menunjukkan bahwa bukan hanya mimpi buruk dan insomnia yang menjadi faktor risiko signifikan pemicu pikiran dan perilaku bunuh diri, tetapi terbangun di malam hari saja sudah merupakan faktor risiko untuk bunuh diri," kata peneliti utama studi tersebut, Dr Michael Perlis, dari Universitas Pennsylvania.
Menurut para peneliti, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa banyak tindak bunuh diri yang terjadi pada siang hari gagal karena proporsi penduduk yang masih terjaga pada setiap jam - sesuatu yang juga diperhitungkan dalam penelitian baru ini.
Studi terbaru ini menggunakan arsip analisis dari Death National Violent System dan arsip American Time Use Survey, yang memberi data proporsi jam saat warga Amerika Serikat masih terjaga.
Sebanyak 35.332 kasus bunuh diri pun dimasukkan dalam
analisis.
Menurut Dr Perlis, implikasi penting dari penelitian ini adalah bahwa pengobatan insomnia mungkin salah satu cara untuk mengurangi risiko bunuh diri.
The American Academy of Sleep Medicine melaporkan, sekitar 10 persen orang dewasa memiliki gangguan insomnia kronis yang berlangsung setidaknya tiga bulan.
Menurut Dr Perlis, implikasi penting dari penelitian ini adalah bahwa pengobatan insomnia mungkin salah satu cara untuk mengurangi risiko bunuh diri.
The American Academy of Sleep Medicine melaporkan, sekitar 10 persen orang dewasa memiliki gangguan insomnia kronis yang berlangsung setidaknya tiga bulan.