Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak berharap kebijakan Sekolah Ramah Anak (SRA) dan Pesantren Ramah Anak dapat diterapkan dengan baik, menyusul terjadinya kekerasan terhadap murid MTs berujung kematian korban di Ponggok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.

"Terkait lokasi kejadian di lingkungan satuan pendidikan, maka untuk upaya pencegahannya KemenPPPA mengharapkan antara lain kebijakan SRA dan Pesantren Ramah Anak bisa dilaksanakan dengan baik," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Nahar mengatakan SRA dan Pesantren Ramah Anak hendaknya mengedepankan pendekatan pengasuhan yang berfokus pada pengembangan keterampilan sosial, emosional, dan perilaku anak secara positif.

"Dan hindari menggunakan hukuman dan ganjaran fisik pada anak sebagai pendekatan tradisional yang selama ini dilaksanakan," katanya.

Pihaknya menambahkan bahwa para pengasuh, pendidik, wali santri, dan pendamping santri wajib memahami bahwa anak memerlukan bimbingan untuk memahami apa yang benar dan salah.

"Hal ini dapat diberikan melalui penjelasan mengenai aturan dan batasan yang konsisten, bantu anak memahami konsekuensi dari tindakan mereka, menerapkan reinforcement positif berupa pujian, penghargaan dan atau bentuk apresiasi lainnya untuk memperkuat perilaku yang diinginkan sesuai karakteristik dan kebutuhan individu anak," kata Nahar.

Sebelumnya, seorang siswa MTs berinisial K (13) menjadi korban tewas diduga karena terkena lemparan kayu yang berpaku oleh oknum guru pendamping di Ponggok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Minggu (15/9).

Pelemparan kayu diduga dilakukan karena oknum guru kesal pada korban karena tidak segera menunaikan Shalat dhuha.

Pascakejadian, korban yang tak sadarkan diri langsung dilarikan ke rumah sakit. Namun malang, ternyata nyawa korban tidak tertolong.

Polres Blitar Kota masih menyelidiki kasus ini.

Baca juga: KemenPPPA: Tidak boleh gunakan kekerasan untuk disiplinkan anak
Baca juga: Perlindungan Anak DKI: Pengelolaan emosi bisa tekan kasus kekerasan