Jakarta (ANTARA) - Astronom dari Institut Teknologi Sumatera (Itera) Dr Robiatul Muztaba menjelaskan bahwa teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) bisa dimanfaatkan untuk mengamati dan meneliti objek astronomi.

"Di dalam astronomi sudah banyak orang yang menggunakan AI untuk membantu riset mereka. Ada yang dimanfaatkan untuk identifikasi kawah bulan dan identifikasi galaksi, banyak sekali pemanfaatannya di bidang astronomi," kata Robiatul dalam sebuah diskusi daring yang dipantau di Jakarta pada Rabu.

Ia mengatakan, saat ini dunia telah memasuki era big data di mana tantangan data untuk penelitian astronomi didorong oleh kemajuan teknologi kamera serta sistem penyimpanan data yang memungkinkan penyimpanan data berukuran besar dengan satuan petabyte (satu petabyte setara dengan satu juta gigabyte).

"Oleh karena itu, tren pemanfaatan AI mulai digunakan di bidang astronomi untuk memahami data yang berkembang pesat," ujarnya.

Baca juga: Pakar sebut nilai luhur bangsa jadi penyatu pada era AI

Astronom yang juga dosen Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan di Itera itu juga mengatakan AI bermanfaat untuk membantu manusia dalam mengidentifikasi serta mengamati gambar atau citra objek astronomi secara otomatis.

"Secara manual biasanya kita melihat citra atau gambar secara visual, ada objekkah di sana, ada bentuk apa di citra itu. Sekarang kita menggunakan artificial intelligence untuk bisa mengenali objek di dalam citra itu tanpa harus menggunakan identifikasi visual oleh mata manusia," katanya.

Robiatul menjelaskan kemampuan AI untuk mengidentifikasi objek astronomi diperoleh berkat metode pembelajaran data dan algoritma yang dimilikinya.

Baca juga: IPC 2024 rangkum solusi pengembangan produk digital berteknologi AI

Pertama ada machine learning di mana peneliti terlebih dahulu memasukkan fitur-fitur dari objek astronomi terekam dalam gambar atau citra. Kemudian, sistem akan mempelajari objek astronomi tersebut menggunakan input fitur yang telah dimasukkan lalu menghasilkan hasil identifikasinya.

"Jadi, klasifikasi ini secara tidak langsung bergantung pada input objek yang mau kita masukan. Jadi, komputer itu kita kasih tahu dia mau belajar apa? Mau belajar hanya satu objek seperti bulan purnama atau ada objek pembanding lain? Semakin banyak objek yang kita inginkan maka semakin kompleks algoritmanya," kata dia.

Kemudian ada metode deep learning di mana proses input identifikasi fitur serta mempelajari objek tersebut dilakukan secara bersamaan. Pada metode ini peneliti tidak perlu memasukkan input fitur-fitur objek secara konvensional.

Baca juga: Wakil Ketua MPR: Nilai budaya harus jadi fondasi moral teknologi AI

Proses pembelajaran data pada metode ini juga bersifat berlapis atau multitingkat. Oleh karena itu, semakin banyak dan kompleks datanya maka lapisan pembelajarannya semakin banyak.

"Kalau kita menggunakan deep learning untuk pengenalan sebuah benda dalam sebuah foto atau citra, maka metode deep learning itu lebih cocok. Kita bisa mengidentifikasi secara otomatis objek dalam sebuah citra," ujarnya.