Wamen LHK sebut baru 10 persen sekolah di Indonesia raih Adiwiyata
2 Oktober 2024 17:13 WIB
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong saat menghadiri penghargaan sekolah Adiwiyata di Gedung Manggala Wanabakti, KLHK, Jakarta, Rabu (2/10/2024). (ANTARA/Rizka Khaerunnisa)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong mengatakan bahwa baru sekitar 10 persen dari total jumlah sekolah dasar hingga sekolah menengah atas di Indonesia yang berhasil melakukan gerakan PBLHS dan mendapat penghargaan Adiwiyata.
“Untuk itu perlu adanya upaya percepatan meningkatkan kuantitas dan kualitas sekolah Adiwiyata. Upaya percepatan tersebut perlu dilakukan melalui kolaborasi pentahelix,” kata Alue di Jakarta, Rabu.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Rabu memberikan penghargaan Adiwiyata kepada 720 sekolah, terdiri dari 208 sekolah yang mendapatkan penghargaan Adiwiyata Mandiri dari 22 provinsi serta 512 sekolah yang mendapat Adiwiyata Nasional dari 31 provinsi.
Baca juga: KLHK tetapkan tiga sekolah Papua sebagai Sekolah Adiwiyata Nasional
Penghargaan tersebut diberikan kepada sekolah-sekolah tingkat SD atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan sederajat, SMP atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan sederajat, serta SMA atau Madrasah Aliyah (MA) dan sederajat yang memenuhi kriteria yang ditetapkan di dalam gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (PBLHS) sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 53 Tahun 2019.
Alue mengatakan, keberadaan sekolah Adiwiyata sangat signifikan dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca melalui berbagai aksi adaptasi dan mitigasi yang dilakukan oleh sekolah.
Dia berharap bahwa sekolah, pesantren, serta institusi pendidikan lainnya dapat mengetahui dan mengenal serta bersikap untuk melakukan aksi di dalam menghadapi tiga krisis planet atau triple planetary crisis yang saat ini menjadi tantangan global. Ketiga krisis planet itu antara lain perubahan iklim atau climate change, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati atau biodiversity loss.
Lebih lanjut, Alue menjelaskan terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya tiga krisis planet yaitu penambahan populasi atau jumlah penduduk yang semakin meningkat, perubahan ekonomi yang berfokus pada eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan kaidah-kaidah secara berkelanjutan, dan perubahan perilaku lain yang terkait.
Menurut Alue, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjawab tantangan global tersebut adalah mencatatkan diri dalam agenda aksi iklim dan berpartisipasi di dalam pengurangan emisi karbon di Indonesia.
“Mencatatkan diri sebagai pelaku penurunan emisi gas rumah kaca menjadi sangat penting sebagai bukti peran kita dan anak-anak bangsa menjaga bumi Indonesia. Sehingga dapat dimonitor terus perkembangannya supaya penyelamatan dari dampak perubahan iklim dapat kita lakukan. Pencatatan yang dapat dilakukan di Sistem Registrasi Nasional (SRN) Pengendalian Perubahan Iklim,” kata dia.
Baca juga: Wamen LHK: Jumlah sekolah Adiwiyata naik 30,43 persen dari tahun lalu
Alue menambahkan, aksi iklim juga dapat dilakukan mulai dari sekolah yang melibatkan para siswa dan guru untuk bisa menjadi bagian dari partisipasi pengurangan emisi gas rumah kaca.
Sinergi kolaborasi sekolah Adiwiyata dengan program Komunitas untuk Iklim (ProKlim) juga berperan penting di dalam peningkatan ketahanan masyarakat dari dampak perubahan iklim dan membantu mereduksi gas rumah kaca serta mendorong gaya hidup rendah emisi.
“Selain itu juga dapat dicatat prestasi yang kita miliki sebagai elemen bangsa yang ikut menjaga bumi Indonesia. Tentu pemerintah mengatur dan merancang program-program dalam kaitan dengan agenda aksi iklim dan tentu akan dilakukan pengaturan-pengaturan lebih lanjut atas prestasi masyarakat di dalam aksi-aksi iklim,” jelas Alue.
Ia berharap penghargaan Adiwiyata dapat dijadikan sebagai sikap tanggung jawab agar bangsa Indonesia bekerja lebih keras, lebih cerdas, untuk mewujudkan lingkungan yang konsisten, berkelanjutan, dan mewujudkan murid-murid yang kelak menjadi pemimpin di berbagai bidang dan tatanan.
“Mari kita memupuk dan mengembangkan rasa cinta kita kepada tanah air kita. Dengan bekerja bersama, kita pasti bisa wujudkan Indonesia yang maju, cinta lingkungan yang identik dengan iman, percaya dan menjaga ciptaan Tuhan,” kata Alue.
Baca juga: KLHK kenalkan Sekolah Adiwiyata di World Water Forum
Baca juga: 52 sekolah di Kota Cirebon sudah dapat penghargaan Adiwiyata
Baca juga: Wakil Menteri LHK luncurkan program Siswa Sadar Sampah di Banyumas
“Untuk itu perlu adanya upaya percepatan meningkatkan kuantitas dan kualitas sekolah Adiwiyata. Upaya percepatan tersebut perlu dilakukan melalui kolaborasi pentahelix,” kata Alue di Jakarta, Rabu.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Rabu memberikan penghargaan Adiwiyata kepada 720 sekolah, terdiri dari 208 sekolah yang mendapatkan penghargaan Adiwiyata Mandiri dari 22 provinsi serta 512 sekolah yang mendapat Adiwiyata Nasional dari 31 provinsi.
Baca juga: KLHK tetapkan tiga sekolah Papua sebagai Sekolah Adiwiyata Nasional
Penghargaan tersebut diberikan kepada sekolah-sekolah tingkat SD atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan sederajat, SMP atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan sederajat, serta SMA atau Madrasah Aliyah (MA) dan sederajat yang memenuhi kriteria yang ditetapkan di dalam gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (PBLHS) sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 53 Tahun 2019.
Alue mengatakan, keberadaan sekolah Adiwiyata sangat signifikan dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca melalui berbagai aksi adaptasi dan mitigasi yang dilakukan oleh sekolah.
Dia berharap bahwa sekolah, pesantren, serta institusi pendidikan lainnya dapat mengetahui dan mengenal serta bersikap untuk melakukan aksi di dalam menghadapi tiga krisis planet atau triple planetary crisis yang saat ini menjadi tantangan global. Ketiga krisis planet itu antara lain perubahan iklim atau climate change, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati atau biodiversity loss.
Lebih lanjut, Alue menjelaskan terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan terjadinya tiga krisis planet yaitu penambahan populasi atau jumlah penduduk yang semakin meningkat, perubahan ekonomi yang berfokus pada eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan kaidah-kaidah secara berkelanjutan, dan perubahan perilaku lain yang terkait.
Menurut Alue, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjawab tantangan global tersebut adalah mencatatkan diri dalam agenda aksi iklim dan berpartisipasi di dalam pengurangan emisi karbon di Indonesia.
“Mencatatkan diri sebagai pelaku penurunan emisi gas rumah kaca menjadi sangat penting sebagai bukti peran kita dan anak-anak bangsa menjaga bumi Indonesia. Sehingga dapat dimonitor terus perkembangannya supaya penyelamatan dari dampak perubahan iklim dapat kita lakukan. Pencatatan yang dapat dilakukan di Sistem Registrasi Nasional (SRN) Pengendalian Perubahan Iklim,” kata dia.
Baca juga: Wamen LHK: Jumlah sekolah Adiwiyata naik 30,43 persen dari tahun lalu
Alue menambahkan, aksi iklim juga dapat dilakukan mulai dari sekolah yang melibatkan para siswa dan guru untuk bisa menjadi bagian dari partisipasi pengurangan emisi gas rumah kaca.
Sinergi kolaborasi sekolah Adiwiyata dengan program Komunitas untuk Iklim (ProKlim) juga berperan penting di dalam peningkatan ketahanan masyarakat dari dampak perubahan iklim dan membantu mereduksi gas rumah kaca serta mendorong gaya hidup rendah emisi.
“Selain itu juga dapat dicatat prestasi yang kita miliki sebagai elemen bangsa yang ikut menjaga bumi Indonesia. Tentu pemerintah mengatur dan merancang program-program dalam kaitan dengan agenda aksi iklim dan tentu akan dilakukan pengaturan-pengaturan lebih lanjut atas prestasi masyarakat di dalam aksi-aksi iklim,” jelas Alue.
Ia berharap penghargaan Adiwiyata dapat dijadikan sebagai sikap tanggung jawab agar bangsa Indonesia bekerja lebih keras, lebih cerdas, untuk mewujudkan lingkungan yang konsisten, berkelanjutan, dan mewujudkan murid-murid yang kelak menjadi pemimpin di berbagai bidang dan tatanan.
“Mari kita memupuk dan mengembangkan rasa cinta kita kepada tanah air kita. Dengan bekerja bersama, kita pasti bisa wujudkan Indonesia yang maju, cinta lingkungan yang identik dengan iman, percaya dan menjaga ciptaan Tuhan,” kata Alue.
Baca juga: KLHK kenalkan Sekolah Adiwiyata di World Water Forum
Baca juga: 52 sekolah di Kota Cirebon sudah dapat penghargaan Adiwiyata
Baca juga: Wakil Menteri LHK luncurkan program Siswa Sadar Sampah di Banyumas
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024
Tags: