Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyebutkan perlu deteksi dini untuk mencegah terjadinya gangguan kejiwaan pada narapidana.

Kapokja Perawatan Kesehatan Lanjutan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham Muhammad Kamal mengatakan masalah gangguan jiwa pada narapidana seperti fenomena gunung es, hanya di permukaan terlihat baik-baik saja, tetapi di bawah permukaan banyak yang tidak terlihat.

"Jadi diperlukan deteksi dini karena kalau di permukaan terlihat narapidana ini tersenyum tetapi di dalamnya bisa saja dia sedang merasa takut, cemas, butuh dukungan, atau trauma," ujar Kamal dalam webinar bertajuk Penanganan Masalah dan Gangguan Kejiwaan di Pemasyarakatan di Jakarta, Rabu.

Maka dari itu, Ditjenpas Kemenkumham terus berupaya melakukan deteksi dini dengan lima langkah, yakni skrining, triase (sortir), asesmen, intervensi, dan reintegrasi.

Kamal menjelaskan deteksi dini diawali dengan penilaian kesehatan mental narapidana yang dilaporkan oleh wali pemasyarakatan, pembimbing kemasyarakatan, serta tenaga kesehatan pada instrumen Standar Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana (SPPN).

Nantinya setelah penilaian tersebut, akan ada rekomendasi tindak lanjut yang dapat diberikan kepada warga binaan pemasyarakatan, yang terdiri atas tiga risiko, yakni ringan, sedang, dan berat.

Setelah itu, kata dia, warga binaan yang terdeteksi mengalami gangguan jiwa akan ditangani oleh dokter umum, psikolog, maupun petugas terlatih, sesuai dengan stratifikasi risikonya.

"Stratifikasi ini guna memetakan risiko bahaya dari gangguan jiwa yang dialami narapidana," katanya menjelaskan.

Kendati demikian, ia menjelaskan masih terdapat beberapa tantangan yang dialami unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan dalam mengatasi masalah gangguan jiwa narapidana, yakni terbatasnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang menangani masalah gangguan jiwa karena saat ini prioritas rekrutmen cenderung terhadap penjaga tahanan.

Tantangan lainnya, yaitu keterbatasan sarana dan prasarana seperti ruang konseling maupun ruang tenang serta ketidakmerataan layanan kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan lanjutan.

"Ini semua nanti akan terus ditingkatkan agar masalah kesehatan jiwa narapidana bisa ditangani lebih optimal," tutur Kamal.