Menko Airlangga: Deflasi dampak dari kerja pemerintah tekan inflasi
2 Oktober 2024 15:55 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ditemui usai menghadiri Sarasehan Kadin di Jakarta, Rabu (2/10/2024). ANTARA/Maria Cicilia Galuh.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut merupakan hasil kerja keras pemerintah untuk menekan inflasi.
"Jadi, kalau kita bilang inflasinya turun, (jadi) deflasi, ya ini karena ada extra effort oleh pemerintah menurunkan volatile food. Salah satu misalnya, untuk beras kan pemerintah juga melakukan importasi beras untuk menjaga stok," ujar Airlangga di Jakarta, Rabu.
Airlangga menjelaskan inflasi yang turun tidak sedikit ditandai dengan deflasi. Oleh karena itu, apa yang terjadi saat ini merupakan sebuah bukti bahwa pemerintah terus berupaya untuk terus menekan inflasi.
Salah satu caranya adalah dengan mengendalikan harga pangan. Menurut dia, naik turunnya harga pangan mampu menyumbang angka inflasi yang cukup besar.
Lebih lanjut, Airlangga menyebut pemerintah sampai saat ini masih rutin menggelar rapat inflasi daerah yang dilaksanakan setiap awal pekan.
"Karena inflasi yang utama bagi pemerintah adalah core inflation, kalau core inflation-nya tumbuh, berarti ekonominya tumbuh. Kalau ekonomi tumbuh lima persen, core inflation tumbuh, yang diperangi oleh pemerintah adalah volatile food," katanya.
Menurut Airlangga, kondisi yang terjadi saat ini di Indonesia masih dalam tahap baik. Inflasi masih harus terus berada dalam rentang 2,5 persen plus minus 1 persen.
"Jadi, itu adalah kerja-kerja pemerintah dan tentunya inflasi ini perlu dijaga dalam range yang 2,5 persen plus minus 1 persen. Selama (di angka itu) itu, kita relatif aman," ucapnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi pada September 2024 sebesar 0,12 persen (month-to-month/mtm), melanjutkan tren deflasi selama lima bulan berturut-turut, yang dipengaruhi oleh penyesuaian pada sisi suplai pangan.
Tren deflasi telah terjadi sejak Mei 2024 dan terus berlanjut hingga September. Catatan deflasi September 2024, secara historis, menjadi deflasi terdalam bila dibandingkan bulan yang sama dalam lima tahun terakhir.
Sebelumnya, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan deflasi dalam lima bulan terakhir secara umum disumbang oleh penurunan harga komoditas bergejolak (volatile food).
"Faktor yang memengaruhi deflasi atau penurunan harga adalah sisi penawaran. Andil deflasi utamanya disumbang oleh penurunan harga pangan," katanya.
Secara khusus, pada September 2024, komponen harga bergejolak mengalami deflasi sebesar 1,34 persen, dengan andil terhadap inflasi umum sebesar 0,21 persen.
Komoditas utama yang berperan dalam deflasi bulanan yaitu cabai merah sebesar 0,09 persen, cabai rawit sebesar 0,08 persen, telur ayam ras dan daging ayam ras masing-masing sebesar 0,02 persen, serta tomat, daun bawang, kentang, dan wortel masing-masing sebesar 0,01 persen.
Baca juga: Deflasi berlanjut, ekonom imbau pemerintah dongkrak pendapatan warga
Baca juga: BPS sebut berlanjutnya deflasi imbas penyesuaian sisi suplai pangan
Baca juga: BPS DKI: Harga cabai rawit dan merah terendah dalam dua tahun terakhir
"Jadi, kalau kita bilang inflasinya turun, (jadi) deflasi, ya ini karena ada extra effort oleh pemerintah menurunkan volatile food. Salah satu misalnya, untuk beras kan pemerintah juga melakukan importasi beras untuk menjaga stok," ujar Airlangga di Jakarta, Rabu.
Airlangga menjelaskan inflasi yang turun tidak sedikit ditandai dengan deflasi. Oleh karena itu, apa yang terjadi saat ini merupakan sebuah bukti bahwa pemerintah terus berupaya untuk terus menekan inflasi.
Salah satu caranya adalah dengan mengendalikan harga pangan. Menurut dia, naik turunnya harga pangan mampu menyumbang angka inflasi yang cukup besar.
Lebih lanjut, Airlangga menyebut pemerintah sampai saat ini masih rutin menggelar rapat inflasi daerah yang dilaksanakan setiap awal pekan.
"Karena inflasi yang utama bagi pemerintah adalah core inflation, kalau core inflation-nya tumbuh, berarti ekonominya tumbuh. Kalau ekonomi tumbuh lima persen, core inflation tumbuh, yang diperangi oleh pemerintah adalah volatile food," katanya.
Menurut Airlangga, kondisi yang terjadi saat ini di Indonesia masih dalam tahap baik. Inflasi masih harus terus berada dalam rentang 2,5 persen plus minus 1 persen.
"Jadi, itu adalah kerja-kerja pemerintah dan tentunya inflasi ini perlu dijaga dalam range yang 2,5 persen plus minus 1 persen. Selama (di angka itu) itu, kita relatif aman," ucapnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi pada September 2024 sebesar 0,12 persen (month-to-month/mtm), melanjutkan tren deflasi selama lima bulan berturut-turut, yang dipengaruhi oleh penyesuaian pada sisi suplai pangan.
Tren deflasi telah terjadi sejak Mei 2024 dan terus berlanjut hingga September. Catatan deflasi September 2024, secara historis, menjadi deflasi terdalam bila dibandingkan bulan yang sama dalam lima tahun terakhir.
Sebelumnya, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan deflasi dalam lima bulan terakhir secara umum disumbang oleh penurunan harga komoditas bergejolak (volatile food).
"Faktor yang memengaruhi deflasi atau penurunan harga adalah sisi penawaran. Andil deflasi utamanya disumbang oleh penurunan harga pangan," katanya.
Secara khusus, pada September 2024, komponen harga bergejolak mengalami deflasi sebesar 1,34 persen, dengan andil terhadap inflasi umum sebesar 0,21 persen.
Komoditas utama yang berperan dalam deflasi bulanan yaitu cabai merah sebesar 0,09 persen, cabai rawit sebesar 0,08 persen, telur ayam ras dan daging ayam ras masing-masing sebesar 0,02 persen, serta tomat, daun bawang, kentang, dan wortel masing-masing sebesar 0,01 persen.
Baca juga: Deflasi berlanjut, ekonom imbau pemerintah dongkrak pendapatan warga
Baca juga: BPS sebut berlanjutnya deflasi imbas penyesuaian sisi suplai pangan
Baca juga: BPS DKI: Harga cabai rawit dan merah terendah dalam dua tahun terakhir
Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024
Tags: