Perambah hutan kena denda satu kerbau di Jambi
3 Juni 2014 15:04 WIB
Kawasan hutan yang terus dirambah di wilayah Kabupaten Merangin, Jambi, Rabu (12/1). Sebagian besar kawasan hutan penyangga di Merangin rusak akibat aktivitas perambahan dan alih fungsi hutan menjadi perkebunan. (FOTO ANTARA/Ismar Patrizki)
Jambi (ANTARA News) - Lembaga adat mengenakan denda satu kerbau kepada warga Desa Rantau Bidaro, Kecamatan Muara Siau, Kabupaten Merangin, Jambi, yang kedapatan merambah hutan adat Desa Guguk.
Perambah hutan, yang bernama Bambang, menyerahkan satu kerbau ke Lembaga Adat Desa Guguk, Kecamatan Renah Pemberap, melalui Lembaga Adat Kecamatan Muara Siau dalam prosesi adat pada Minggu (1/6).
"Di Provinsi Jambi, penerapan hukum adat ini sudah jarang terjadi, dan masyarakat Guguk berhasil mengaktualisasikan dan menerapkan hukum adat," kata Manager Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Rahmat, Selasa.
Pengurus KKI yang lain, Yulqari, mengatakan, pemberian sanksi adat terhadap perambah hutan perlu dilestarikan untuk melindungi hutan.
"Ini adalah wujud dari menegakkan aturan adat yang disepakti bersama. Informasi perlu diketahui oleh masyarakat desa tetangga, agar mereka tahu ada hutan adat dan ada sanksi kalau melanggar," katanya.
Bupati Merangin Al Haris berharap penerapan hukum adat di Desa Guguk bisa diterapkan di desa-desa lain di Merangin.
"Kita ingin sekali menciptakan kebersamaan dengan bertambahnya anak cucu kita, jangan sampai hutan berkurang. Harapannya anak cucu bertambah hutan juga harus bertambah," kata Bupati Merangin Al Haris yang menyaksikan pengenaan denda adat.
"Masyarakat di sini sangat menjaga hutan dengan baik, sehingga ketika ada pembalakan liar langsung melakukan perundingan maka putuslah denda adat."
Patroli Hutan Adat
Anggota Kelompok Pengelola Hutan Adat (KPHA) Desa Guguk menangkap Bambang saat melakukan patroli rutin pada 18 April 2014.
"Menurut aturan adat, perambahan hutan adat adalah pelanggaran paling berat. Menebang dan menggarap akan didenda maksimal satu ekor kerbau, 100 gantang beras, 100 buah kelapa dan selemak semanis," kata Penasehat KPHA Desa Guguk, Rajali.
Rajali mengatakan KPHA awalnya berencana melaporkan kejadian itu ke polisi namun akhirnya rembuk pemuka adat dan KPHA sepakat menyelesaikan kasus itu dengan hukum adat setempat.
Ia menambahkan, anggota KPHA Desa Guguk berusaha menjaga hutan adat dan merekomendasikan pengenaan denda adat bagi siapa saja yang kedapatan melakukan pelanggaran, termasuk di antaranya menebang pohon tanpa izin di hutan adat.
(T.KR-NF)
Perambah hutan, yang bernama Bambang, menyerahkan satu kerbau ke Lembaga Adat Desa Guguk, Kecamatan Renah Pemberap, melalui Lembaga Adat Kecamatan Muara Siau dalam prosesi adat pada Minggu (1/6).
"Di Provinsi Jambi, penerapan hukum adat ini sudah jarang terjadi, dan masyarakat Guguk berhasil mengaktualisasikan dan menerapkan hukum adat," kata Manager Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Rahmat, Selasa.
Pengurus KKI yang lain, Yulqari, mengatakan, pemberian sanksi adat terhadap perambah hutan perlu dilestarikan untuk melindungi hutan.
"Ini adalah wujud dari menegakkan aturan adat yang disepakti bersama. Informasi perlu diketahui oleh masyarakat desa tetangga, agar mereka tahu ada hutan adat dan ada sanksi kalau melanggar," katanya.
Bupati Merangin Al Haris berharap penerapan hukum adat di Desa Guguk bisa diterapkan di desa-desa lain di Merangin.
"Kita ingin sekali menciptakan kebersamaan dengan bertambahnya anak cucu kita, jangan sampai hutan berkurang. Harapannya anak cucu bertambah hutan juga harus bertambah," kata Bupati Merangin Al Haris yang menyaksikan pengenaan denda adat.
"Masyarakat di sini sangat menjaga hutan dengan baik, sehingga ketika ada pembalakan liar langsung melakukan perundingan maka putuslah denda adat."
Patroli Hutan Adat
Anggota Kelompok Pengelola Hutan Adat (KPHA) Desa Guguk menangkap Bambang saat melakukan patroli rutin pada 18 April 2014.
"Menurut aturan adat, perambahan hutan adat adalah pelanggaran paling berat. Menebang dan menggarap akan didenda maksimal satu ekor kerbau, 100 gantang beras, 100 buah kelapa dan selemak semanis," kata Penasehat KPHA Desa Guguk, Rajali.
Rajali mengatakan KPHA awalnya berencana melaporkan kejadian itu ke polisi namun akhirnya rembuk pemuka adat dan KPHA sepakat menyelesaikan kasus itu dengan hukum adat setempat.
Ia menambahkan, anggota KPHA Desa Guguk berusaha menjaga hutan adat dan merekomendasikan pengenaan denda adat bagi siapa saja yang kedapatan melakukan pelanggaran, termasuk di antaranya menebang pohon tanpa izin di hutan adat.
(T.KR-NF)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014
Tags: