KPPPA upayakan hak pendidikan anak korban kekerasan seksual Gorontalo
1 Oktober 2024 19:56 WIB
Arsip - Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Jejaring Aktivis Perempuan dan Anak (Jejak Puan) Provinsi Gorontalo saat menyampaikan pernyataan sikap terhadap kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang oknum guru kepada siswanya di Gorontalo, pada Minggu (29/9/2024). ANTARA/Zulkifli Polimengo.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terus mengupayakan agar anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum guru di Gorontalo, tetap mendapatkan hak pendidikan.
"Hak untuk tetap mendapatkan pendidikan terus diupayakan," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar, saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Nahar menjelaskan, pasca-kasus yang menimpa korban, korban hingga kini belum bisa kembali bersekolah.
"Belum bisa kembali sekolah dengan berbagai pertimbangan, baik karena kondisi psikis anak maupun kondisi lingkungan yang tidak mendukung," katanya.
Dia menegaskan, kasus ini sepenuhnya adalah tanggung jawab pelaku dewasa dan harus diselesaikan melalui proses hukum.
"Anak tidak memiliki keputusan untuk dirinya dan setiap perbuatan orang dewasa termasuk perbuatan yang mengandung unsur tindak pidana adalah tanggung jawab pelaku dewasa yang masuk kategori Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Perlindungan Anak, sebagai delik biasa dan tidak diperkenankan diselesaikan di luar proses peradilan," kata Nahar.
Dikatakannya, dalam kasus ini, anak menjadi korban karena berbagai kerentanan yang dimiliki anak karena tidak memiliki kedua orang tua atau yatim piatu, relasi kuasa guru dan murid, dan upaya tipu daya pelaku hingga akhirnya anak mau memenuhi keinginan pelaku.
Sebelumnya, video kekerasan seksual antara guru dan murid di Kabupaten Gorontalo, beredar luas di media sosial.
Polres Gorontalo kemudian menetapkan oknum guru berinisial DH (57) sebagai tersangka.
Tersangka DH diduga mendekati korban sejak tahun 2022.
"Hak untuk tetap mendapatkan pendidikan terus diupayakan," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar, saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Nahar menjelaskan, pasca-kasus yang menimpa korban, korban hingga kini belum bisa kembali bersekolah.
"Belum bisa kembali sekolah dengan berbagai pertimbangan, baik karena kondisi psikis anak maupun kondisi lingkungan yang tidak mendukung," katanya.
Dia menegaskan, kasus ini sepenuhnya adalah tanggung jawab pelaku dewasa dan harus diselesaikan melalui proses hukum.
"Anak tidak memiliki keputusan untuk dirinya dan setiap perbuatan orang dewasa termasuk perbuatan yang mengandung unsur tindak pidana adalah tanggung jawab pelaku dewasa yang masuk kategori Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Perlindungan Anak, sebagai delik biasa dan tidak diperkenankan diselesaikan di luar proses peradilan," kata Nahar.
Dikatakannya, dalam kasus ini, anak menjadi korban karena berbagai kerentanan yang dimiliki anak karena tidak memiliki kedua orang tua atau yatim piatu, relasi kuasa guru dan murid, dan upaya tipu daya pelaku hingga akhirnya anak mau memenuhi keinginan pelaku.
Sebelumnya, video kekerasan seksual antara guru dan murid di Kabupaten Gorontalo, beredar luas di media sosial.
Polres Gorontalo kemudian menetapkan oknum guru berinisial DH (57) sebagai tersangka.
Tersangka DH diduga mendekati korban sejak tahun 2022.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024
Tags: