Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memastikan anak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh gurunya berinisial DH (57) di Gorontalo, memperoleh pendampingan terkait perlindungan dan pemulihan korban anak pasca-kejadian.

"Kami koordinasi memastikan anak mendapatkan pendampingan berkaitan dengan kebutuhan perlindungan identitas, pemulihan pasca-kejadian, bebas dari kebijakan sekolah yang mengandung unsur kekerasan, dan hak untuk tetap mendapatkan pendidikan bisa terus diupayakan," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar saat dihubungi di Jakarta, Selasa.

Nahar menjelaskan, KemenPPPA terus berkoordinasi dengan Dinas PPPA Provinsi dan Kabupaten Gorontalo dalam penanganan kasus ini.

Pihaknya menambahkan, kasus ini adalah sepenuhnya tanggung jawab pelaku dewasa dan harus diselesaikan melalui proses hukum.

"Anak tidak memiliki keputusan untuk dirinya dan setiap perbuatan orang dewasa termasuk perbuatan yang mengandung unsur tindak pidana adalah tanggung jawab pelaku dewasa yang masuk kategori Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Perlindungan Anak, sebagai delik biasa dan tidak diperkenankan diselesaikan di luar proses peradilan," kata Nahar.

Dikatakannya, dalam kasus ini, anak menjadi korban karena berbagai kerentanan yang dimiliki anak karena tidak memiliki kedua orang tua atau yatim piatu, relasi kuasa guru dan murid, dan upaya tipu daya pelaku hingga anak mau memenuhi keinginan pelaku.

Sebelumnya, video kekerasan seksual guru dan murid di Kabupaten Gorontalo, beredar di media sosial.

Polres Gorontalo kemudian menetapkan guru DH sebagai tersangka.

Tersangka DH diduga mendekati korban sejak 2022.