Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, outstanding pembiayaan lewat fintech peer-to-peer (P2P) lending mencapai Rp72,03 triliun per Agustus 2024.

Jumlah tersebut mencerminkan kenaikan hingga 35,62 persen secara tahunan (yoy) bila dibandingkan bulan Juli yang sebesar 23,97 persen (yoy).

“Pada industri fintech peer to peer (P2P) lending, outstanding pembiayaan di Agustus 2024 tumbuh 35,62 persen yoy, dengan nominal sebesar Rp72,03 triliun,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan (PVML) OJK Agusman saat konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK di Jakarta, Selasa.

Pertumbuhan pembiayaan tersebut diikuti dengan tingkat risiko kredit macet atau Tingkat Wanprestasi Pinjaman (TWP90) berada pada level 2,38 persen, turun dari 2,53 persen di bulan Juli 2024.

Agusman menilai angka ini menunjukkan risiko kredit macet secara agregat tetap terjaga.

Dalam perkembangan lain, ia juga memaparkan pertumbuhan pesat dalam sektor Buy Now Pay Later (BNPL) yang meningkat 89,20 persen (yoy), mencapai Rp7,99 triliun per Agustus 2024.

Sementara, rasio pembiayaan macet atau Non-Performing Financing (NPF) gross sebesar 2,52 persen, lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 2,82 persen.

Lebih lanjut, dirinya menjelaskan bahwa perkembangan industri fintech juga diiringi dengan banyak tantangan. OJK melaporkan bahwa masih terdapat sejumlah penyelenggara fintech P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum.

Hingga Agustus 2024, dari total 147 perusahaan penyelenggara fintech P2P lending, sebanyak enam perusahaan belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp100 miliar.

“Per September 2024, terdapat 16 dari 98 penyelenggara P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum Rp7,5 miliar. Dari 16 penyelenggara P2P lending tersebut, enam sedang dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor,” jelasnya.

Dalam hal ini, OJK terus memantau dan mengambil langkah-langkah untuk memastikan kewajiban ekuitas minimum tetap terpenuhi.

“OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan terkait progress action plan upaya pemenuhan kewajiban ekuitas minimum dimaksud berupa injeksi modal dari pemegang saham, maupun dari strategic investor lokal/asing yang kredibel, termasuk pengembalian izin usaha,” terang Agusman.

Baca juga: OJK cabut izin usaha 66 penyelenggara fintech P2P lending
Baca juga: OJK: Tingkat penyelesaian aduan konsumen capai 87,29 persen
Baca juga: OJK sebut telah blokir hingga 8 ribu rekening judi online