BRIN: Edukasi kespro disabilitas perlu disesuaikan dengan kebutuhan
1 Oktober 2024 18:05 WIB
Tim Pengabdian Masyarakat Universitas Prima Nusantara Bukittinggi melaksanakan program pemberdayaan UKS Kesehatan Reproduksi (KESPRO) di SMPN 3 Kota Bukittinggi. (ANTARA/HO-Tim PkM)
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andhika Ajie Baskoro mengatakan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi (kespro) untuk kelompok disabilitas perlu disesuaikan dengan kebutuhan mengingat penyandang disabilitas memiliki banyak keragaman.
“Ruang atau scoop ini (pendidikan kesehatan reproduksi) memang masih perlu banyak dikaji terlebih disabilitas itu ragamnya banyak. Artinya, pendidikan seksualitas juga perlu di-appropriate berdasarkan ragam disabilitasnya,” kata Andhika dalam webinar di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016, terdapat lima ragam penyandang disabilitas antara lain disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental, dan disabilitas sensorik.
Andhika mengatakan, seringkali masyarakat lupa bahwa para penyandang disabilitas sama-sama manusia yang memiliki hasrat seksual. Dengan demikian, sebetulnya penyandang disabilitas juga memiliki kebutuhan yang sama terkait pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi.
“Mudah-mudahan ke depan kami di BRIN bisa melakukan kajian tentang pendidikan seksualitas ke teman-teman disabilitas,” tutur Andhika.
Baca juga: Kemenkes: Kontrasepsi untuk tunda kehamilan remaja nikah dini
Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Kerja Kesehatan Reproduksi Direktorat Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kemenkes Wira Hartiti menegaskan bahwa upaya edukasi mengenai kesehatan reproduksi kepada penyandang disabilitas menjadi salah satu perhatian pemerintah.
Menurut Wira, penyiapan dan penyusunan materi kesehatan reproduksi untuk penyandang disabilitas yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap ragamnya menjadi tantangan tersendiri. Meski begitu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga sudah mulai mengembangkan materi tersebut.
“Walaupun belum optimal, tapi kami sudah berproses ke sana, minimal buat petugas dulu. Memang harusnya untuk semua pihak. Tetapi paling tidak kami menyiapkan materi-materinya dulu. Misalnya, sesederhana bagaimana menjaga higienitas sistem reproduksi pada penyandang disabilitas,” kata dia.
Wira mengingatkan, kelompok disabilitas juga lebih rentan mengalami kekerasan. Oleh sebab itu, mereka memang perlu mendapatkan edukasi dan perlindungan terutama terkait dengan permasalahan kesehatan reproduksi.
“Ini juga menjadi concern kami dan menjadi salah satu program khusus untuk kesehatan reproduksi yang memang akan terus kita kembangkan, terutama untuk materi-materi KIE-nya (komunitas, informasi, dan edukasi/KIE) dan juga cara menyampaikannya,” kata Wira.
Baca juga: BRIN: Perawatan sistem reproduksi perempuan dipahami masyarakat Melayu
“Ruang atau scoop ini (pendidikan kesehatan reproduksi) memang masih perlu banyak dikaji terlebih disabilitas itu ragamnya banyak. Artinya, pendidikan seksualitas juga perlu di-appropriate berdasarkan ragam disabilitasnya,” kata Andhika dalam webinar di Jakarta, Selasa.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016, terdapat lima ragam penyandang disabilitas antara lain disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental, dan disabilitas sensorik.
Andhika mengatakan, seringkali masyarakat lupa bahwa para penyandang disabilitas sama-sama manusia yang memiliki hasrat seksual. Dengan demikian, sebetulnya penyandang disabilitas juga memiliki kebutuhan yang sama terkait pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi.
“Mudah-mudahan ke depan kami di BRIN bisa melakukan kajian tentang pendidikan seksualitas ke teman-teman disabilitas,” tutur Andhika.
Baca juga: Kemenkes: Kontrasepsi untuk tunda kehamilan remaja nikah dini
Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Kerja Kesehatan Reproduksi Direktorat Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kemenkes Wira Hartiti menegaskan bahwa upaya edukasi mengenai kesehatan reproduksi kepada penyandang disabilitas menjadi salah satu perhatian pemerintah.
Menurut Wira, penyiapan dan penyusunan materi kesehatan reproduksi untuk penyandang disabilitas yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap ragamnya menjadi tantangan tersendiri. Meski begitu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga sudah mulai mengembangkan materi tersebut.
“Walaupun belum optimal, tapi kami sudah berproses ke sana, minimal buat petugas dulu. Memang harusnya untuk semua pihak. Tetapi paling tidak kami menyiapkan materi-materinya dulu. Misalnya, sesederhana bagaimana menjaga higienitas sistem reproduksi pada penyandang disabilitas,” kata dia.
Wira mengingatkan, kelompok disabilitas juga lebih rentan mengalami kekerasan. Oleh sebab itu, mereka memang perlu mendapatkan edukasi dan perlindungan terutama terkait dengan permasalahan kesehatan reproduksi.
“Ini juga menjadi concern kami dan menjadi salah satu program khusus untuk kesehatan reproduksi yang memang akan terus kita kembangkan, terutama untuk materi-materi KIE-nya (komunitas, informasi, dan edukasi/KIE) dan juga cara menyampaikannya,” kata Wira.
Baca juga: BRIN: Perawatan sistem reproduksi perempuan dipahami masyarakat Melayu
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024
Tags: