Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan bahwa masih banyak awak kapal perikanan (AKP) Indonesia yang belum terlindungi jaminan sosial karena perusahaan pemilik kapal tempat mereka bekerja tidak mendaftarkan mereka sebagai peserta.

Kepala Sub Tim Pemeriksa Pengawasan Kapal Perikanan Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan KKP, Mardiana Setyaning, dalam diskusi DFW Indonesia diikuti di Jakarta, Selasa, mengatakan pemerintah telah mengeluarkan peraturan seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan menteri, yang mewajibkan pemilik kapal perikanan untuk mendaftarkan awak kapalnya sebagai peserta jaminan sosial.

Salah satunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2021, yang mengatur bahwa pemilik kapal perikanan atau operator kapal perikanan harus mengikutsertakan awak kapal perikanan yang dipekerjakan sebagai peserta jaminan sosial, yang meliputi setidaknya jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua.

Jaminan sosial tersebut harus tertuang dalam perjanjian kerja laut (PKL) yang ditandatangani antara awak kapal dan pemilik kapal. Ini berarti, setiap awak kapal wajib memiliki polis asuransi ketenagakerjaan yang nomornya tertera secara jelas dalam PKL tersebut.

“Hingga Juni 2024, baru 36.024 orang yang mendaftar (jaminan sosial yang terfasilitasi dalam PKL),” kata Mardiana.

Mardiana menjelaskan jaminan sosial penting tidak hanya untuk memberikan jaminan terhadap risiko kecelakaan kerja bagi awak kapal perikanan, tetapi juga meringankan beban pemilik kapal dalam memberikan kewajiban santunan kecelakaan kerja atau kematian.

Ia menyebut saat ini hanya kapal perikanan berukuran di atas 30 gross ton (GT) yang wajib memberikan jaminan sosial kepada awak kapalnya. Namun, mulai 2025, kewajiban ini akan diperluas mencakup semua kapal perikanan dengan ukuran 5 GT ke atas.

National Fishers Center telah menerima 147 aduan dari AKP Indonesia sepanjang Juli 2019 hingga Oktober 2024. Aduan-aduan tersebut ditujukan kepada agen penyalur tenaga kerja, perusahaan pemilik kapal, dan pemilik kapal perorangan sebagai pihak yang dilaporkan.

Mayoritas aduan yang diterima berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak-hak pekerja perikanan, terutama terkait dengan pembayaran upah yang tidak sesuai, ketiadaan atau pemotongan manfaat jaminan sosial, serta kondisi kerja yang tidak manusiawi.

Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat jumlah awak kapal perikanan dan nelayan pada 2022 mencapai sekitar 2,2 juta orang.

Baca juga: Indonesia jajaki perjanjian pelindungan AKP migran dengan Taiwan
Baca juga: KKP sebut 133.796 awak kapal terlindungi jaminan sosial-asuransi
Baca juga: Pemerintah pulangkan 166 awak kapal pelaku pencurian ikan asal Vietnam