Jakarta (ANTARA) - Ketua Tim Kerja Kesehatan Reproduksi Direktorat Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kemenkes Wira Hartiti menyatakan penyediaan alat kontrasepsi bertujuan untuk menunda kehamilan pada remaja yang sudah terlanjur menikah dini.

Hal itu disampaikan Wira, merespon Pasal 103 Ayat 4 huruf “e” dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang memuat redaksi “penyediaan alat kontrasepsi” sebagai bagian dari upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja.

“Salah satu yang bisa kita upayakan adalah bagaimana mengedukasi mereka supaya jangan hamil dulu sebelum usia 20 tahun. Sehingga nanti bisa menunda dulu kehamilan sampai usia cukup,” kata Wira dalam webinar di Jakarta, Selasa.

Wira mengingatkan banyak perempuan remaja yang meminta dispensasi di sekolah karena menikah dan memiliki anak. Padahal, kata dia, rentang usia yang ideal bagi perempuan untuk hamil yaitu di atas usia 20 tahun hingga 35 tahun.

Baca juga: Pakar: Perlu pengendalian penyediaan kontrasepsi bagi remaja

Baca juga: Kemenkes: Penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja yang sudah menikah


“Alat kontrasepsi ini memang kita tujukan hanya bagi remaja yang sudah menikah, yang dilakukan pasti melalui fasilitas kesehatan (faskes) oleh tenaga kesehatan,” ujar dia.

Adapun bagi remaja yang tidak menikah, Wira mengatakan bahwa hal ini juga menjadi pekerjaan rumah bersama untuk melakukan edukasi kesehatan reproduksi termasuk menghindari perilaku seksual yang berisiko beserta akibatnya.

“Intinya, (bagi remaja) yang tidak menikah itu adalah edukasi supaya perubahan sikap dan perilaku menjadi perilaku yang sehat,” ujar Wira.

Ia menekankan bahwa penjelasan lebih lanjut PP Nomor 28 Tahun 2024 juga akan diturunkan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) terkait kesehatan reproduksi.

Menurut Wira, Kemenkes telah berupaya untuk meningkatkan kesehatan reproduksi usia sekolah dan remaja mulai dari promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif hingga paliatif. Dari sisi promotif dan preventif, edukasi dilakukan mulai dari pemahaman sistem, fungsi, dan proses reproduksi; menjaga kesehatan reproduksi; perilaku seksual berisiko dan akibatnya; keluarga berencana; melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual; serta pemilihan media hiburan sesuai usia anak.

“Pemberian materi edukasi ini akan diberikan sesuai dengan jenjang pendidikan usia dan tahap perkembangan. Jadi memang materi ini tidak akan sama pada semua tahapan umur, pasti akan diberikan dengan materi dan metode yang berbeda sesuai dengan perkembangannya mengingat materi kesehatan reproduksi ini materi yang sangat sensitif,” kata dia.

Kemenkes juga bekerja sama dengan Kemendikbudristek untuk meningkatkan kompetensi guru dan kepala sekolah mengenai pendidikan kesehatan reproduksi remaja.

Pemerintah juga sudah memiliki modul pendidikan kesehatan reproduksi bagi guru yang diharapkan bisa menjadi bahan ajar kepada siswa. Perangkat ajar kesehatan ini bisa diunduh melalui Platform Merdeka Mengajar dan website Ayo Sehat Kemekes.

“Kami berharap pendidikan kesehatan reproduksi ini diperkuat, termasuk bagaimana integrasinya ke dalam kurikulum ataupun menjadi bahan-bahan dalam kegiatan ekstrakurikuler sehingga bisa memperkaya tingkat pengetahuan siswa didik untuk menerapkan pola hidup sehat,” kata Wira.*

Baca juga: KPAI minta hapus Pasal 103 Ayat 4 PP Kesehatan, terkait kontrasepsi

Baca juga: Komnas: Penyediaan kontrasepsi bagi remaja sesuai amanat CEDAW