Pisang jadi penyumbang inflasi di NTB
1 Oktober 2024 16:12 WIB
Kepala BPS Nusa Tenggara Barat Wahyudin memaparkan data statistik perkembangan inflasi di Mataram, Selasa (1/10/2024). (ANTARA/Sugiharto Purnama)
Mataram (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan pisang masuk ke dalam lima komoditas penyumbang inflasi di Nusa Tenggara Barat pada September 2024 dengan andil sebesar 0,02 persen.
Kepala BPS Nusa Tenggara Barat Wahyudin mengatakan masyarakat Nusa Tenggara Barat gemar makan pisang meski pisang bukan komoditas utama daerah tersebut.
"Harga pisang relatif stabil sebenarnya, kalaupun ada kenaikan itu tidak terlalu tinggi. Kenaikan yang terjadi pada September dan Oktober karena masih Maulid Nabi," ujarnya di Mataram, Selasa.
Masyarakat Nusa Tenggara Barat, terutama Pulau Lombok, merayakan Maulid Nabi selama sebulan penuh. Perayaan yang berlangsung lama itulah yang membuat beberapa komoditas mengalami kenaikan harga karena permintaan meningkat.
Pisang merupakan buah yang selalu ada di atas dulang atau nampan yang disuguhkan untuk para tamu undangan saat menghadiri perayaan Maulid Nabi di Lombok.
"Dulang untuk hantaran Maulid Nabi pasti ada pisang di atasnya, entah pisang hijau (ambon lokal), pisang susu, ataupun pisang mas. Makanya, pisang sekarang ini mulai tampak sebagai penyumbang inflasi karena sangat dibutuhkan untuk perayaan Maulid Nabi," kata Wahyudin.
BPS Nusa Tenggara Barat mencatat angka inflasi bulan ke bulan sebesar 0,09 persen dan inflasi tahun kalender hanya 0,17 persen. Inflasi di Nusa Tenggara Barat masih di bawah angka inflasi nasional dengan angka bulan ke bulan sebesar 0,12 persen dan tahun kalender 0,74 persen.
Pada September 2024, andil inflasi terbesar di Nusa Tenggara Barat berasal dari akademik atau perguruan tinggi dengan angka mencapai 0,11 persen, lalu ikan layang/ikan benggol 0,08 persen, ikan tongkol 0,02 persen, beras 0,02 persen, dan pisang 0,02 persen.
Baca juga: BPS: Impor NTB Agustus 2024 meningkat 59,28 persen
Baca juga: BPS NTB tingkatkan kapasitas desa dalam mengelola data statistik
Kepala BPS Nusa Tenggara Barat Wahyudin mengatakan masyarakat Nusa Tenggara Barat gemar makan pisang meski pisang bukan komoditas utama daerah tersebut.
"Harga pisang relatif stabil sebenarnya, kalaupun ada kenaikan itu tidak terlalu tinggi. Kenaikan yang terjadi pada September dan Oktober karena masih Maulid Nabi," ujarnya di Mataram, Selasa.
Masyarakat Nusa Tenggara Barat, terutama Pulau Lombok, merayakan Maulid Nabi selama sebulan penuh. Perayaan yang berlangsung lama itulah yang membuat beberapa komoditas mengalami kenaikan harga karena permintaan meningkat.
Pisang merupakan buah yang selalu ada di atas dulang atau nampan yang disuguhkan untuk para tamu undangan saat menghadiri perayaan Maulid Nabi di Lombok.
"Dulang untuk hantaran Maulid Nabi pasti ada pisang di atasnya, entah pisang hijau (ambon lokal), pisang susu, ataupun pisang mas. Makanya, pisang sekarang ini mulai tampak sebagai penyumbang inflasi karena sangat dibutuhkan untuk perayaan Maulid Nabi," kata Wahyudin.
BPS Nusa Tenggara Barat mencatat angka inflasi bulan ke bulan sebesar 0,09 persen dan inflasi tahun kalender hanya 0,17 persen. Inflasi di Nusa Tenggara Barat masih di bawah angka inflasi nasional dengan angka bulan ke bulan sebesar 0,12 persen dan tahun kalender 0,74 persen.
Pada September 2024, andil inflasi terbesar di Nusa Tenggara Barat berasal dari akademik atau perguruan tinggi dengan angka mencapai 0,11 persen, lalu ikan layang/ikan benggol 0,08 persen, ikan tongkol 0,02 persen, beras 0,02 persen, dan pisang 0,02 persen.
Baca juga: BPS: Impor NTB Agustus 2024 meningkat 59,28 persen
Baca juga: BPS NTB tingkatkan kapasitas desa dalam mengelola data statistik
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024
Tags: