Jakarta (ANTARA) - Puluhan panel surya membentang di atas selasar sepanjang 40 meter yang menghubungkan gedung kuliah bersama A-19 dan A-20 Universitas Negeri Malang (UM). Panel surya yang berkilauan terkena sinar Matahari itu menyerap cahaya, kemudian dikonversi menjadi energi listrik yang digunakan untuk menopang sebagian kebutuhan listrik di gedung kuliah bersama A-19.

Sejak akhir 2022, 15 persen kebutuhan listrik di gedung tersebut sudah ditopang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang memiliki kapasitas 50.000 watt peak atau 50 kWp. Pembangunan PLTS sendiri yang menelan biaya Rp1,3 miliar itu dimulai sejak Oktober hingga Desember 2022 dengan skema Matching Fund Kedaireka Kemendikbudristek. Untuk mitra industrinya, UM menggandeng PT Alfan Mechatronics Innovation (AMI).

PLTS yang merupakan hasil riset Pusat Unggulan Iptek-Perguruan Tinggi Center of Advance Materials and Renewable Energy (PUI-PT CAMRY) UM tersebut, menggunakan dua sistem yakni off dan on grid. Sistem on grid yakni sistem yang berjalan saat jaringan PLN tersedia dengan kapasitas 40.000 watt peak atau 40 kWp. Kemudian, sistem off grid, atau sistem PLTS yang dapat menyimpan tenaga surya dalam baterai untuk digunakan ketika jaringan listrik mati atau jika tidak ada di jaringan dengan kapasitas 10.000 watt peak atau 10 kWp. PLTS tersebut juga terintegrasi dengan Internet of Things (IoT) yang dapat dipantau melalui gawai

Tak hanya menerangi kampus dengan energi terbarukan, hasil riset yang dilakukan PUI-PT CAMRY tersebut juga menerangi sejumlah daerah tertnggal, terdepan dan terluar (3T). Salah satunya diterapkan untuk penerangan jalan umum (PJU) di sejumlah pelabuhan di Sulawesi Utara tepatnya di wilayah Kaledupa, Ilwaki, dan Lerokis.

“Untuk di daerah 3T, khususnya daerah pesisir, kami tidak hanya menggunakan tenaga surya tetapi juga tenaga bayu (angin) karena di daerah pesisir biasanya angin cukup besar,” ujar Direktur Inovasi UM, Prof. Dr. Nandang Mufti, S.Si., M.T, kepada ANTARA.

PJU Hybrid yang menggabungkan tenaga surya dan angin tersebut dipilih karena jika hanya mengandalkan tenaga surya maka akan terbatas sumber energinya. Pihaknya kemudian menggabungkan tenaga surya dengan tenaga angin yang memiliki potensi besar di daerah pesisir. Sebelum diterapkan di Sulawesi Utara, Nandang dan para peneliti sudah menerapkan di wilayah pesisir Sendang Biru, Malang.

Angin di daerah pesisir cukup besar, apalagi pada malam hari ini sehingga perlu digabung antara tenaga surya dan angin dalam satu sistem. Pada siang hari, baterai diisi dayanya dengan PLTS dan pada malam hari dengan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB).

Pada PJU Hybrid, instalasi PLTS yang dipasang pun tidak harus dalam skala besar karena ada bantuan pasokan daya dari PLTB. Dengan penggabungan tersebut, maka diharapkan dapat menerangi daerah pesisir secara optimal sehingga tidak lagi bergantung dengan listrik yang berasal dari PLN. PJU Hybrid pun sudah terintegrasi dengan IoT sehingga mudah dipantau penggunaan energinya melalui gawai.

Dari hasil riset yang dilakukan para dosen dan mahasiswa, menunjukkan karya tersebut memiliki keunggulan dibandingkan produk serupa dari Tiongkok. Misalnya, untuk PLTB, biasanya turbin angin produk buatan Tiongkok menggunakan generator dengan kecepatan tinggi, yang membutuhkan angin kecepatan tinggi pula. Sementara produk yang dihasilkan UM, menggunakan generator kecepatan rendah dan bisa digunakan pada saat angin dengan kecepatan rendah untuk pengisian baterainya.

“Produk kami ini lebih efisien karena tidak harus menggunakan angin dengan kecepatan tinggi. Cukup dengan angin kecepatan biasa saja, sudah bisa mengisi baterai dari PLTB,” imbuh dia.


Energi terbarukan

Nandang menjelaskan UM fokus pada pengembangan energi terbarukan seiring dengan target pemerintah dalam pencapaian bauran energi nasional dari energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025.

PUI-PT CAMRY ditunjuk menjadi salah satu pusat unggulan oleh Kemendikbudristek pada 2021. Sebelumnya, Direktorat Jenderal Diktiristek Kemendikbudristek menjelaskan pembentukan PUI-PT bertujuan untuk menjawab tantangan dalam pembangunan iptek dan memperkuat lembaga penelitian yang ada di perguruan tinggi agar mampu menghasilkan inovasi teknologi berbasis pengembangan produk dan saintifik.

Khusus PUI-PT CAMRY fokus pada pengembangan empat pilar penelitian pada bidang solar cell, biomassa, material penyimpan energi (storage material), dan smart grid untuk mewujudkan bangunan pintar mandiri energi (self powered smart building) yang bertujuan untuk kemandirian energi.

“Saat ini memang baterainya masih impor, tapi kami sudah memiliki teaching factory di sini dan dalam waktu dekat kami bisa membuat sendiri baterai 100 persen. Begitu juga dengan sel surya dan lampu sehingga (kami) memiliki kemandirian. Harapannya, ke depan PUI ini dapat menjadi science techno park untuk kemandirian energi di Indonesia,” harap Nandang.

Dalam 3 tahun keberadaan PUI, tercatat sudah sebanyak 12 guru besar yang dihasilkan dan sebanyak 25 persen publikasi di UM merupakan hasil dari penelitian di pusat unggulan itu. Total sebanyak 455 jurnal ilmiah terindeks Scopus dan 235 paten terdaftar dan granted yang dihasilkan sepanjang 2021 hingga 2023.

Penelitinya pun mendapat pengakuan dunia sebagai World Top Scientist 2023, yakni Prof. Dr. Hadi Nur, M.T dan penghargaan Academic Leader di bidang Sains pada 2023 yang diraih Prof Dr. Ahmad Taufiq.

Ke depan, Nandang berharap adanya dukungan perundang-undangan dari Pemerintah khususnya insentif dalam pengembangan energi terbarukan sehingga masyarakat pun menjadi tertarik untuk menggunakan energi terbarukan.

“Tanpa adanya insentif yang diberikan pada pengembangan energi terbarukan, maka akan sangat sulit untuk mencapai target 23 persen EBT pada 2025," cetus Guru Besar Bidang Ilmu Fisika Material UM itu.

Pengembangan energi terbarukan perlu terus digalakkan. Selain mengurangi ketergantungan pada energi fosil, keberadaan energi terbarukan lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.***

Editor: Achmad Zaenal M