Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa mengharapkan hilirisasi kelapa Indonesia bisa menjadi pengungkit kesejahteraan para petani dan masyarakat umum yang berkecimpung di sektor tersebut.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam Peluncuran Peta Jalan Hilirisasi Kelapa 2025-2045 di Gedung Bappenas, Jakarta, Senin.

“99 persen luas areal kelapa di Indonesia ini dilakukan usahanya oleh masyarakat (berstatus perkebunan rakyat). Karena itu, kita berharap hilirisasi kelapa Indonesia ke depan ini bisa menjadi pengungkit untuk mensejahterakan para petani atau masyarakat pada umumnya yang berkecimpung di perkelapaan,” ucapnya.

Peluncuran peta jalan ini diharapkan akan membawa Indonesia menjadi pemimpin global dalam perkelapaan.

Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar ke-2 di dunia setelah Filipina dengan jumlah produksi mencapai 2,83 juta metrik ton (MT) pada 2023 yang dapat mengekspor komoditas tersebut senilai 1,55 miliar dolar AS dengan pangsa 38,3 persen dari total ekspor dunia.

Tujuan ekspor utama kelapa Indonesia di antaranya Tiongkok, Malaysia, dan Singapura dengan produk ekspor utama minyak kelapa, santan kelapa, arang kelapa, dan kelapa parut.

Peringkat Indonesia di posisi kedua kalah dari Filipina sejak tahun 2020 dalam hal luas dan volume serta pengekspor kelapa dan turunannya (dalam nilai maupun ragam).

Catatan lainnya ialah produktivitas kelapa di Tanah Air stagnan di angka 1,1 ton per ha, 98,95 persen kebun rakyat tradisional tanpa pengorganisasian dan regenerasi, sebanyak 378.191 ribu ha tanaman tak menghasilkan (tua/rusak) dengan kemampuan replanting 6-10 ribu ha per tahun, lalu 756,98 juta kelapa bulat masih diekspor dengan pajak ekspor 0 persen.

Selanjutnya yaitu 52,34 persen pemanfaatan kelapa dalam bentuk kopra untuk diolah menjadi minyak kelapa, ada 3,68 juta ton air kelapa dibuang yang diperkirakan menghilangkan potensi sebesar 5,25 miliar dolar Amerika Serikat (AS), serta potensi nilai ekonomi dari sabut maupun tempurung kelapa yang terbuang/belum dimanfaatkan masing-masing sebesar 320 juta dolar AS dan 373 juta dolar AS.

Secara garis besar, dia menilai ada dua tantangan utama dalam hilirisasi kelapa.

Pertama ialah praktik budidaya konvensional, sehingga sulit memenuhi permintaan yang bersifat konsisten dan berkelanjutan. Karena itu, diperlukan cara pandang baru dalam mengembangkan komoditas kelapa.

“Kita sering kali kedodoran gitu kalau menghadapi permintaan. Jadi begitu kita menghadapi permintaan yang sifatnya itu continue dan consistent itu langsung kita terkapar. Kita tidak punya, padahal kesempatannya begitu punya besar. Jadi, saya kira ini baik sekali kalau pemerintah-pemerintah daerah mulai menghidupkan kalau memang ada kelapa-kelapa di daerahnya, itu bisa dilakukan peremajaan dengan baik dan bisa menghitung sedemikian rupa ketersediaannya secara continue, maka persoalan klasik atas discontinue supply itu bisa kita atasi,” ungkap dia.

Kedua yaitu dampak perubahan iklim terhadap petani kelapa yang menyebabkan terjadinya degradasi lahan dan menurunkan ketertarikan para petani untuk mengembangkan kelapa. Dalam hal ini, dia mengusulkan penerapan pertanian regeneratif sebagai solusi memulihkan lahan dan menjaga keanekaragaman hayati, terutama memelihara kesehatan tanah.

Dengan menyehatkan lahan melalui pola budidaya yang baik (good agricultural culture), penerapan polikultur, penggunaan sumber daya genomik dan bioteknik, serta pengembangan varietas bibit kelapa baru, maka akan menghindarkan dari krisis lingkungan.

“Tentu saja pemanfaatan IoT (Internet of Things), Artificial Intelligence, dan pengetahuan yang lain, big data analysis, mudah-mudahan memungkinkan petani mengoptimalkan cara pengelolaan perkebunannya, bagaimana pupuk digunakan, pengairan, penanganan hama penyakit, dan yang penting juga bagaimana petani bisa langsung punya akses terhadap harga dan kebutuhan pasar, sehingga para petani memiliki posisi tawar yang baik,” kata Suharso.

Di sisi lain, ada berbagai peluang untuk mengembangkan hilirisasi kelapa yang telah menjadi amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025.

Beberapa di antaranya adalah pasar global kelapa diperkirakan tumbuh 7,05 persen hingga tahun 2029 dengan permintaan terbesar dari Eropa, AS, serta China untuk produk makanan dan minuman, kosmetik, kesehatan, hingga tekstil.

Selain itu, Indonesia juga menguasai pasar gula kelapa dan briket shisha terbesar di dunia, potensi pasar dalam negeri sangat besar, adanya 278 industri pengolahan (83 persen di Jawa dan Sumatera), kemajuan riset dan inovasi produk masa depan yang multi manfaat (seperti karbon aktif, nano selulosa, hingga Medium Chain Triglyceride/MCT atau asam lemak pada minyak kelapa), dan potensi pendanaan hilirisasi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).

Menurut Suharso, seluruh bagian dari kelapa dapat dimanfaatkan, mulai dari air, daging buah, batang, daun, hingga akar. Diversifikasi produk turunan kelapa yang bisa dikembangkan melalui hilirisasi antara lain menjadi kertas selulosa nata de coco, baterai listrik ramah lingkungan, bioavtur, hingga santan kelapa sebagai susu vegan.

“Tentu seluruh upaya ini harus sedemikian rupa tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi bisa diorkestrasi dan dengan demikian kalau bentuknya orkestrasi, pendekatannya adalah industri dan pasar yang lebih luas, sehingga kontinuitas dari supply terjaga, kualitasnya juga dapat dipertanggungjawabkan. Model bisnis dan financial model juga tentu akan tersertakan sedemikian rupa, dan dengan demikian pembinaan petani-petani muda juga akan tertarik karena cara-cara pendekatan yang sesuai dengan zamannya,” ujar Menteri PPN.

Sebagai penutup, dia menegaskan bahwa para pemangku kepentingan terkait perkelapaan bertanggung jawab atas kemajuan komoditas tersebut agar memperoleh posisi tawar tersendiri di mata perdagangan global dan menyejahterakan masyarakat.

Baca juga: Bappenas mengungkap tantangan hilirisasi kelapa di Indonesia timur
Baca juga: Bappenas akan luncurkan peta jalan hilirisasi kelapa 2025-2045
Baca juga: Menperin pacu nilai tambah kelapa sawit lewat teknologi dan kolaborasi
Baca juga: Menperin: Perpres pengelolaan kelapa dan kakao percepat hilirisasi