Jakarta (ANTARA News) - Pakar Hukum Islam dari Universitas Islam Negeri Jakarta Profesor Huzaemah Tahido Yanggo berpendapat hukuman mati bisa diterapkan kepada pelaku kejahatan seksual, karena dalam hukum Islam perkosaan dipandang sebagai salah satu kejahatan sadis.

"Pelakunya berdosa dan harus dihukum berat, yaitu dihad (dicambuk atau dirajam) sesuai hukuman bagi pelaku zina, ditambah hukum tazir, yaitu hukuman tambahan yang ditetapkan oleh hakim, tergantung pada jenis kejahatan yang dilakukan," katanya dalam acara bahtsul masail Rakernas Muslimat NU di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Sabtu.

Huzaemah mendefinisikan perkosaan sebagai pemaksaan hubungan seksual terhadap perempuan atau tanpa kehendak yang disadari oleh pihak perempuan.

Sementara itu Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ali Mustofa Yaqub mendefinisikan pemerkosaan sebagai pemaksaan perbuatan zina.

"Jika menggunakan definisi Ibu Huzaemah, nanti seorang suami yang karena sesuatu hal memaksa istrinya berhubungan seksual bisa disebut pemerkosa juga. Tapi jika didefinisikan sebagai pemaksaan perbuatan zina, maka bisa dikenai dua hukuman, yakni pemaksaan dan hukuman zina," ucapnya.

Mustofa sependapat bahwa pemerkosa bisa dikenakan hukuman mati dengan dasar bahwa hukuman bagi pezina saja bisa dicambuk atau dirajam maka ketika perzinahan tersebut dilakukan dengan paksaan bisa dihukum lebih berat.

Pada bagian lain Mustofa "menggugat" penggunaan istilah darurat kejahatan seksual terkait banyaknya kejahatan seksual yang marak terjadi di Indonesia. Menurut dia, istilah darurat zina lebih tepat digunakan.

"Kenapa istilah yang digunakan darurat kejahatan seksual, kenapa tidak darurat zina saja. Dengan diksi ini bisa diberlakukan bagi semua pelaku. Terlebih pelaku pemerkosaan terhadap anak-anak. Ini harus dihukum berat," ujarnya, menegaskan.
(S024/C004)