Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PRMB) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mikka Wildha Nurrochsyam mengatakan bahwa tidak ada dikotomi atau pembagian antara baik dan buruk mengenai moralitas dari tokoh-tokoh dalam kisah pewayangan.

Dengan memberi contoh kisah Kresna Duta, Mikka menjelaskan bahwa tidak ada tokoh yang memiliki moral baik dan buruk secara mutlak. Masing-masing tokoh protagonis juga memiliki sifat-sifat yang buruk begitupun sebaliknya.

"Kita lihat bahwa ada ciri dari moralitas dalam wayang yaitu tidak ada dikotomi baik dan buruk. Masing-masing tokoh tidak mempunyai sifat-sifat baik saja, tapi juga mempunyai sifat-sifat karakter yang buruk," katanya dalam sebuah diskusi daring yang dipantau di Jakarta pada Senin.

Adapun lakon pewayangan Kresna Duta menceritakan tokoh Kresna menjadi Duta Pandawa yang memiliki tujuan untuk mengklaim pengembalian hak Pandawa atas Kerajaan Astina dan Indraprasta yang dikuasai Duryudana secara tidak sah.

Tokoh Kresna dari pihak Pandawa, papar Mikka, meskipun diceritakan sebagai seseorang yang berbudi baik namun sebenarnya ia juga memiliki sifat buruk yakni anti perdamaian.

Di satu sisi, Kresna bersedia bertugas sebagai Duta Pandawa dalam memperjuangkan pengembalian hak atas Kerajaan Astina dan Indraprasta yang dikuasai Duryudana dari pihak Kurawa.

Namun, di sisi lain Kresna tidak menginginkan adanya perdamaian atau kerukunan antara Pandawa dan Kurawa karena sebagai titisan Dewa Wisnu ia bertugas untuk memelihara keadilan dan memusnahkan angkara murka di dunia.

Jika Pandawa dan Kurawa hidup rukun, maka angkara murka di muka bumi yang ada dalam pihak Kurawa tidak dapat dimusnahkan.

"Dengan demikian jika seandainya Pandawa dan Kurawa itu rukun artinya tidak ada perang maka angkara murka tidak akan musnah dari muka bumi," paparnya.

Sementara itu, dari pihak Kurawa yang digambarkan sebagai tokoh antagonis, terdapat beberapa tokoh yakni Salya, Durna, dan Bisma yang sebenarnya mengakui bahwa Pandawa lebih berhak atas Astina dan Indraprasta dibandingkan Duryudana yang menguasai negara tersebut dengan cara yang tidak sah.

"Meskipun pihak Kurawa yang jahat, tapi Salya, Durna, dan Bisma menginginkan hak Pandawa yang diklaim Duryudana dikembalikan," katanya.

Menurutnya, moral yang dimiliki tokoh-tokoh dalam kisah pewayangan Kresna Duta tidak secara mutlak baik maupun buruk. Suatu tokoh disebut baik karena ia cenderung bersifat ke arah kebaikan. Begitu pula dengan tokoh jahat yang cenderung memiliki sifat ke arah kejahatan.

"Tokoh baik itu bukan berarti dia menempati posisi yang putih, baik tidak ada dosa sama sekali, tapi tokoh yang baik itu dikatakan baik kalau ada kecenderungan ke arah yang baik. Demikian juga tokoh yang jahat, tokoh yang jahat itu dikatakan jahat kalau ada kecenderungan pada kejahatan," ujarnya.

Baca juga: Peneliti BMRB: Ada ajaran pemimpin yang baik dalam wayang Kresna Duta
Baca juga: BRIN dan LPDP gelar RIIM Award 2024
Baca juga: Periset BRIN: Astronomi telah dipahami orang Sunda sejak zaman dahulu