Yogyakarta (ANTARA News) - Semua capres-cawapres harus mendeklarasikan antikampanye hitam, kata seorang pengamat.

"Menjelang pemilu presiden, Jokowi dan Prabowo harus secepatnya mendeklarasikan prinsip antikampanye hitam, yang selama ini kampanye hitam membodohi calon pemilih," kata pengamat politik dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Nikolaus Loy, Sabtu.

Menurut Nikolaus, fenomena kampanye hitam memiliki dampak signifikan menjerumuskan pemilih.

"Lebih-lebih pada kalangan pemilih kurang terdidik," katanya.

Selain itu, kata dia, kampanye hitam mudah dipercaya masyarakat Indonesia, karena pada dasarnya "budaya gosip" atau membicarakan orang secara tidak terbuka menguat di kalangan masyarakat menengah.

"Kalau pengaruhnya pada kelas menengah terdidik tidak terlalu besar, tapi kalau pemilih tidak terdidik, saya kira bisa sampai 70 persen berpengaruh. Apalagi bagi yang sulit memisahkan informasi falid dan tidak falid," katanya.

Ia menjelaskan saling serang pendukung melalui kampanye hitam paling gencar dilakukan di media sosial, seperti facebook maupun twitter. Hal itu menurut dia kurang bisa tersentuh oleh Bawaslu.

"Pelaku kampanye hitam sering mendramatisasi fitnah dengan bukti data, yang seolah-olah membuat pernyataan tentang capres tertentu benar adanya," katanya.

Oleh sebab itu, menurut dia, untuk membersihkan pemilu presiden dari kampanye hitam, paling efektif adalah dilakukan sendiri oleh kedua pasangan capres-cawapres.

"Karena kalau mereka diam, akan memberi kesan ada persetujuan diam-diam terhadap apa yang dikemukakan pelaku kampanye hitam," katanya.

Pilpres 9 Juli 2014 diikuti dua pasangan capres-cawapres, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.