Jakarta (ANTARA) - Chairman Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif menilai, pengelolaan bauksit harus diolah di dalam negeri apalagi pasokan alumunium masih defisit dan tetap ikuti UU no 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU No 4 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Hal itu ia sampaikan sebagai respons atas usulan anggota Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman agar ekspor bijih bauksit dibuka secara terbatas guna menggerakkan perekonomian daerah, khususnya di Kalimantan Barat.

"Kalau dari saya, saya bukan di kementerian lagi, kalau kita kan harus patuh pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Selama peraturan dan UU masih pada UU No 3 Tahun 2020, itu kan tentunya masih harus diolah dalam negeri. itu yang masih harus kita lihat," ujar Irwandy di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan usulan untuk membuka ekspor bauksit perlu untuk dipertimbangkan lebih lanjut mengingat pasokan aluminium yang masih defisit.

"Bauksit ini, kita dari bauksit (diolah) ke alumina, dari alumina (diolah) ke aluminium, kita masih defisit di aluminium. Kebutuhan 1 juta per tahun. Kita baru produksi 250 ribu," jelasnya.

Sebelumnya, anggota Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman sempat menyampaikan usulan ke pemerintah untuk membuka peluang ekspor bauksit.

Hal ini didasari kondisi ekonomi yang dinilai lesu di provinsi penghasil bauksit, sehingga memerlukan kelonggaran untuk memulai ekspor salah satu sumber daya alam (SDA) tersebut.

Menurut dia, saat ini masih sedikit smelter bauksit di Indonesia yang beroperasi, di antaranya, PT Bintan Alumina Indonesia (BAI), PT Well Harvest Winning Alumnia Refinery (WHW), PT Borneo Alumina Indonesia (BAI).