Jakarta (ANTARA) - Jemari Haryati (43) dengan lincah memindahkan berbagai cemilan ke dalam kotak kardus, menatanya, menambahkan satu pudding pepaya sebelum menutupnya. Tak lupa, ia merekatkan selotip plastik bening pada penutup kotak berwarna coklat itu.

Sementara ada satu perempuan lainnya yakni Dea (49) yang terlihat membungkus nasi dengan daun pisang dan memasukkan ke dalam dus makanan bersama lauk pauk.

Pagi menjelang siang pada akhir pekan itu, kegiatan di rumah produksi tidak begitu ramai. Hari itu hanya ada dua pesanan nasi kotak beserta dua kotak cemilan yang diperuntukkan bagi ibu yang baru melahirkan.

“Hari ini ada dua ibu melahirkan di Puskesmas Duren Sawit, jadi pihak Puskesmas minta kami untuk menyediakan makanan serta snack box bagi ibu melahirkan,” ujar Ketua P4S D’Shafa, Haryati, saat ditemui di Edufarm Malakasari, Jakarta Timur, akhir pekan lalu.

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) D’Shafa yang melibatkan para perempuan di Kecamatan Duren Sawit tersebut, juga berkolaborasi dengan pemerintah daerah dalam penyediaan pemberian makanan tambahan (PMT) untuk mencegah stunting di Kecamatan Duren Sawit.

Setiap hari para perempuan yang mayoritas ibu rumah tangga tersebut menyiapkan berbagai makanan dan juga kudapan bagi balita. Tak hanya itu, usaha yang digawangi Haryati itu juga melayani pesanan makanan dan minuman dari berbagai instansi setiap harinya.

Berbeda dengan UMKM lainnya, D’Shafa merupakan salah satu usaha mikro yang terintegrasi dari hulu ke hilir yang memiliki semangat pemberdayaan, mulai dari penanaman, pengolahan pascapanen, pemasaran, dan juga edukasi. Karena, memang awal pendirian UMKM tersebut bermula dari lomba Gang Hijau DKI Jakarta pada 2018.

“Berawal dari lomba Gang Hijau, saya mengajak masyarakat di RW 05 untuk menghijaukan kawasan. Setiap keluarga diminta untuk menyumbangkan satu tanaman agar cepat hijau. Alhamdulillah kita menang,” kata Haryati, mengenang.

Menang lomba Gang Hijau, semakin memompa semangat Haryati untuk mengajak masyarakat memanfaatkan lahan kosong. Salah satunya yakni lahan pembuangan sampah seluas 200 meter yang terletak persis di samping SMAN 44 Jakarta. Bersama para anggota Tim Penggerak PKK, dirinya mencoba merapikan area tersebut.

Awalnya penanaman dilakukan secara konvensional. Haryati yang tak tahu menahu soal tanam-menanam harus tertatih-tatih belajar bertani melalui Youtube. Tak hanya menjual hasil panen, pihaknya juga melakukan upaya pembibitan. Usaha kecil tersebut semakin berkembang saat pandemi COVID-19 dan mulai merambah lokasi lainnya yakni di Masjid Baiturrahim pada 2020. Dari situ kemudian dibentuk Kelompok Wanita Tani (KWT) D’Shafa.

“Karena saat itu banyak bapak-bapak yang dirumahkan akibat pandemi, lahan sebelumnya diserahkan pada bapak-bapak untuk dikelola,” ucap Haryati lagi.

Usaha Haryati dan kawan-kawan pun membuahkan hasil, panen pertanian hidroponik yang berlokasi di kawasan tersebut selalu melimpah. Dari situ kemudian terpikir untuk tidak hanya menjual sayuran segar, tetapi melakukan pengolahan hasil panen mulai dari pembuatan keripik sayur, salad buah, asinan buah, salad sayur, bir pletok, teh bunga telang, dan lainnya.

Melihat perkembangan usaha yang semakin berkembang, bantuan pun semakin berdatangan. Pihak Pemprov DKI Jakarta menyediakan lahan bagi KWT D’Shafa yang sekarang menjadi lokasi Edufarm Malakasari. Lahan bekas tempat pembuangan sampah disulap menjadi menjadi tempat edukasi, green house dan juga rumah produksi.

“Di lokasi ini hanya untuk etalase berbagai jenis tanaman karena memang lokasinya tidak begitu besar, jadi kami melakukan pembinaan di tempat lain. Misalnya kalau ada pelanggan yang membutuhkan produk spesifik seperti kangkung, kami sudah memiliki rekanan. Pokcoy juga ada. Kami berkolaborasi dengan pegiat urban farming,” katanya.

Di lokasi Edufarm tersebut juga terdapat tempat penjualan produk-produk D’Shafa dan rumah produksi. Selain dijual secara luring, penjualan produk pascapanen juga dilakukan secara daring di sejumlah marketplace. Kini KWT D’Shafa yang beralih nama Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) D’Shafa tersebut memiliki omset hingga Rp125 juta per bulannya.

Pendapatan berasal dari kegiatan edukasi, penjualan produk pascapanen, penjualan bibit, dan katering. Para anggota yang mayoritas ibu rumah tangga yang tak memiliki penghasilan tetap pun kini sudah merasakan manfaatnya. Untuk pembayaran upah disesuaikan dengan kinerja anggota.



Ketua Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) D’Shafa, Haryati (43), memperlihatkan sayuran yang ditanam secara hidroponik di Jakarta, Sabtu (28/9/2024). (ANTARA/Indriani)

Pemberdayaan perempuan

Pesatnya perkembangan D’Shafa tak lepas dari sosok perempuan asal Sragen, Haryati, yang mulai melihat berbagai persoalan sosial saat ditunjuk sebagai kader Jumantik. Sempat terpuruk akibat kegagalan berumah tangga, ia mulai bangkit dengan melakukan pemberdayaan pada perempuan yang ada di lingkungannya.

“Ya itu, saya melakukan pemberdayaan masyarakat dan akhirnya luka batin akibat kegagalan berumah tangga sembuh seiring jalan. Oh ternyata, obatnya sakit itu melakukan hal-hal baik, baik hati pada masyarakat dan juga berbaur,” kenang perempuan yang memiliki dua anak itu.

UMKM itu tak hanya berorientasi pada keuntungan, juga mengusung semangat pemberdayaan. Maka tak heran selain melibatkan para anggota juga melibatkan para mitra yang terdiri dari para perempuan yang juga memiliki usaha kecil. Haryati mengakui bisa saja pihaknya mendapatkan keuntungan jika setiap pesanan dibuat sendiri. Namun di sisi lain, sistem seperti itu tidak memiliki semangat pemberdayaan dan tumbuh secara bersama-sama.

Haryati mengakui bahwa naik kelasnya UMKM itu, tak lepas dari peranan banyak pihak. Termasuk diantaranya Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) Cakung yang merupan kolaborasi Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) dan PT United Tractors, yang banyak membantu dalam pembinaan UMKM. Mulai dari pembuatan proposal, rencana anggaran biaya, pemasaran produk, pengelolaan keuangan, hingga menciptakan nilai berkelanjutan bagi UMKM.

“Kadang saya merasa enggak enak karena sering merepotkan. Bahkan malam-malam saya data ke LPB Cakung, karena besoknya harus presentasi. Alhamdulillah kami sangat didukung. Tanpa dukungan banyak pihak, tidak mungkin bisa seperti saat ini,” kata dia.

Ke depan, dia berharap agar P4S D’Shafa tersebut dapat terus berkembang dan dapat memberikan manfaat pada masyarakat banyak, khususnya para perempuan.

Ketua Pembina YDBA, Gita Tifani Boer, mengatakan pihaknya memberikan program pendampingan, fasilitasi pemasaran, dan fasilitasi pembiayaan untuk mendorong agar UMKM dapat naik kelas dan berkelanjutan. Meski harus menghadapi berbagai tantangan, namun dapat diatasi dengan adanya kolaborasi dengan berbagai pihak.

Hingga 2024, terdapat sebanyak 1.328 UMKM yang mengikuti program pembinaan YDBA. Sebanyak 17 persen diantaranya manufaktur, 15 persen diantaranya bengkel, 33 persen diantaranya pertanian, 25 persen kuliner, dan sembilan persen bidang kerajinan. UMKM tersebut di 19 wilayah di Tanah Air. D’Shafa sudah membuktikan dengan adanya pembinaan dan kolaborasi dengan banyak pihak, UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian bangsa pun tak hanya bertumbuh tetapi juga mampu membuat perempuan berdaya dan “naik kelas”.